Tax Planning dan Pengendalian atas PPh Pasal 21




Tax Planning dan Pengendalian atas PPh Pasal 21



A.    Memahami Petunjuk Teknis yang Berlaku unutk PPH Pasal 21 sebagai diatus dalam Peraturan Dirjen Nomor Per -31/PJ/2012 dan Peraturan yang terkait dengan PPh Psal 21

                              1.            Pemahami Objek PPh Pasal  21
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri.
a)      penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur, 
b)      penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya 
c)      penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis, 
d)     penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan, 
e)       imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan,
f)       imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.


Pemberi Penghasilan
Jenis Penghasilan
Benefit in cash
Benefit in kind
Pemerintah
Objek pajak
Bukan Objek PPh
Bukan Wajib Pajak (WP)
Objek pajak
Objek PPh
WP yang dikenakan PPh Final
Objek pajak
Objek PPh
WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus
Objek pajak
Objek PPh
WP Lainnya
Objek pajak
Bukan Objek PPh
Pemberi penghasilan bukan WP antara lain badan perwakilan Negara asing dan organisasi internasional yang digolongkan sebagai bukan subyek pajak berdasarkan menurut Peraturan Mentri Keuangan, WP yang dikenakan PPh final antara lain WP yang bergerak di bidang persewaan tanah/bangunan dan jasa kontruksi. WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit) adalah:
a)      Charter pesawat
b)      Perusahaan pelayaran dalam negeri
c)      Perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri
d)     WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia

                              2.            Memahami saat terutangnya Pajak
Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010 menytakan bahwa pemotongan pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) Undang – undang Pajak Pengasilan dilakukan pada akhir bulan :
a)      Terjadinya pembayaran
b)      Terutangnya penghasilan yang bersangkutan
c)      Tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu


                              3.            Memahami Perlakuan Akuntansi unutk PPh Pasal 21



Bagi karyawan, model pertama (pajak ditanggung karyawan) merupakan model yang paling tidak disukai karena pajak dipotong dari gaji yang diterimanya sehingga take home pay-nya hanya Rp. 950.00.
Sedangkan model 2 dan 3 pajak menjadi beban perusahaan perlu mempertimbangkan PPh badannya.
ilustrasi

                              4.            Menentukan Pemberian bagi Karyawan dalam bentuk Benefit in Cash atau Benefit In Kind
Untuk perusahaan yang dikenakan PPh badan dengan tarif umum (pasal 17 UU PPh), bukan yang dikenakan PPh Final atau dikenakan PPh berdasarkan deemed profit, pada dasarnya berlaku prinsip umum antara PPh Pasal 21 dengan PPh badan. Pertama, apabila penghasilan pegawai dalam bentuk tunai (bersifat benefit in cash), maka penghasilan itu menjadi Objek PPh Pasal 21 (taxable income/TI). Dalam PPh badan, dapat dibebankan sebagai biaya (deductible expenses/DE). Contohnya, pembayaran gaji, THR, tunjangan-tunjangan, dan sebagainya.
Kedua, apabila penghasilan pegawai dalam bentuk natura, fasilitas atau kenikmatan (bersifat benefit in kinds), maka penghasilan tersebut bukan merupakan Objek PPh Pasal 21 (non taxable income/NTI). Di PPh badan, tidak dapat dibebankan sebagai biaya (non deductible expenses/NDE). Contohnya, pemberian fasilitas berobat gratis, pemberian kendaraan, dan sebagainya.
Natura merupakan imbalan atau kenikmatan atau benefit yang diberikan kepada pegawai atau pekerja yang bukan dalam bentuk uang. Imbalan atau kenikmatan yang dimaksud merupakan penghasilan bagi karyawan namun tidak dimasukkan sebagai bagian dari gaji atau upah yang diterima karyawan. Natura biasanya diberikan pada waktu-waktu tertentu dimana suatu pencapaian telah dihasilkan atau diraih, atau diharapkan dari pemberian natura tersebut dapat mempermudah pekerjaan penerima natura.
   Secara umum pemberian natura dan kenikmatan bukan merupakan penghasilan bagi karyawan dan tidak bisa dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible–nontaxable). Hal tersebut terkecuali yang diatur khusus seperti makanan dan minuman yang diberikan kepada seluruh karyawan di tempat kerja dan kendaraan dinas yang digunakan untuk pegawai tertentu karena pekerjaan atau jabatannya (deductible–nontaxable) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.03/2009.

Sebagai contoh yaitu bentuk pemberian makan ada beberapa macam, tergantung dari kebijakan perusahaan, yaitu:
1.      Diberikan dalam bentuk uang (benefit in cash), atau biasa disebut dengan istilah uang makan.
Keunggulan pegawai diberikan uang makan adalah pegawai bisa memilih sendiri ingin menyantap makan apa dengan harga yang sesuai dengan daya beli masing-masing. Namun, pemberian tunjangan uang makan ini harus diperhatikan aspek pajaknya. Dari sisi pajak, benefit in cash bagi pegawai merupakan objek penghasilan dan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21 bagi perusahaan dan merupakan deductible expense.
2.      Diberikan dalam bentuk non-tunai (benefit in kinds).
Pemberian biaya makan pegawai dalam bentuk non-tunai dapat dikategorikan sebagai natura dan kenikmatan, yang menurut UU PPh tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dikecualikan penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai. Dari sisi perusahaan, penyediaan makanan dan minuman bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membeli dari perusahaan katering atau membeli bahan makanan dan memasaknya sendiri di tempat kerja.
Ada kalanya tidak semua pegawai dapat menikmati makanan dan minuman yang disediakan di tempat kerja karena alasan dinas luar. Dalam hal ini, perusahaan diperkenankan untuk memberikan kupon atau voucher makan kepada pegawai yang bersangkutan dengan nilai kupon yang wajar. Nilai kupon akan dianggap wajar apabila tidak melebihi pengeluaran penyediaan makanan dan atau minuman tiap pegawai yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja.

Menentukan  pemberian bagi karyawan dalam bentuk benefit in cash atau benefit in kind
ilustrasi


                              5.            Mengelola Pemberian Uang Tip yang Dicatat dalam Biaya Entertaiment
Dalam menentukan apakah Biaya Pegawai boleh dibebankan sebagai biaya (DE) atau tidak boleh dibebankan sebagai biaya (NDE), ketentuan umum yang harus kita perhatikan adalah Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh (UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008).

Beberapa Pengecualian
Selain Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh, ada beberapa ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai masalah DE dan NDE-nya Biaya Pegawai, di antaranya adalah:
  1. Penyediaan Makan dan Minum –> Seperti ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, pemberian natura kepada pegawai dalam bentuk penyediaan makanan dan minuman bagi pegawai merupakan biaya yang boleh dibebankan dalam SPT Tahunan PPh perusahaan.  Hal ini juga ditegaskan oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009.  Ketentuan ini berlaku secara umum tanpa melihat apakah perusahaan tersebut berada di daerah terpencil atau bukan di daerah terpencil.  Artinya, jika perusahaan memilih kebijakan untuk menyediakan makan siang untuk karyawan (maupun makan malam bagi pegawai yang lembur) dari pada memberikan uang tunjangan makan, maka Biaya Pegawai untuk penyediaan makanan dan minuman itu boleh dibiayakan (DE).
  2. Penyediaan Kendaraan dan HP Dinas –> Seperti ditegaskan dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 mengenai perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan, biaya sehubungan dengan kendaraan yang dimiliki atau disewa oleh perusahaan dan dipergunakan oleh karyawan tertentu secara penguasaan penuh (dibawa pulang), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% (dari biaya penyusutan atau biaya sewa kendaraan).  Ketentuan ini berlaku umum untuk seluruh Wajib Pajak.  Selain itu, penetapan DE hanya 50% ini tidak hanya berlaku terhadap biaya penyusutan atau biaya sewa kendaraan tetapi untuk seluruh biaya terkait kendaraan dan HP dinas seperti biaya perbaikan, pemeliharaan, ganti oli, uang tol, voucher isi ulang, dlsb.
  3. Natura dan Kenikmatan di Daerah Terpencil –> Bagi perusahaan yang sudah mendapat penetapan (SK) dari Menteri Keuangan sebagai Daerah Terpencil, Biaya Pegawai yang diberikan dalam bentuk natura maupun kenikmatan tertentu dapat dibiayakan (DE) seperti mess karyawan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, dlsb baik yang disediakan untuk karyawan maupun keluarganya.  Ketentuan ini dapat dilihat pada Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009.
  4. Premi Asuransi–> Bagi perusahaan yang mengikutsertakan pegawainya pada programasuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, beasiswa dan asuransi dwiguna, dan kemudian perusahaan juga menanggung sebagian premi asuransi tersebut, maka premi asuransi yang ditanggung perusahaan (bukan yang dipotong dari gaji, lho) boleh dibiayakan (DE). Meskipun uang preminya tidak diberikan ke pegawai melainkan langsung diberikan kepada perusahaan asuransi, namun menurut Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh premi asuransi yang ditanggung perusahaan (pemberi kerja) itu DE.  Ketentuan ini juga berlaku terhadap program JK, JPK dan JKK yang ada di Jamsostek.  Sebab menurut SE-02/PJ.31/1996perlakuan terhadap ketiga program Jamsostek tersebut dipesamakan dengan kelima program asuransi yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh.
  5. Iuran Pensiun–> Sama seperti premi asuransi, Iuran Pensiun untuk pegawai yang ditanggung oleh perusahaan dan dibayarkan kepada dana pensiun juga boleh dibiayakan (DE) dengan syarat dana pensiun tersebut sudah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan.  Penegasan mengenai hal ini dapat dilihat pada Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh.  Begitupun dengan program JHT yang dibayarkan kepada Jamsostek (SE-02/PJ.31/1996).  Tetapi harap diingat, yang boleh dibiayakan perusahaan hanya sebesar yang ditanggung oleh perusahaan dan bukan yang dipotong dari gaji karyawan.
  6. Perusahaan Dikenakan PPh Final –> Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2010, diatur beberapa ketentuan khusus mengenai DE dan NDE.  Misalnya, bagi perusahaan yang menurut ketentuan PPh dikenakan PPh Badan bersifat final, maka apapun cara maupun bentuk Biaya Pegawai tersebut seluruhnya tidak boleh dibiayakan (NDE).  Ketentuan ini juga berlaku terhadap WP Badan yang penghasilannya ditetapkan sebagainon taxable income (bukan objek PPh) seperti yayasan atau organisasi nirlaba yang penghasilannya hanya berupa sumbangan atau donasi.  Sedangkan perusahaan yang menurut ketentuan PPh dikenakan PPh badan bersifat final antara lain: Perusahaan yang bergerak di bidang usaha persewaan tanah maupun bangunan; Perusahaan yang bergerak di bidang usaha jual-beli tanah maupun bangunan (developer atau pengembang property); Perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi; Perusahaan yang bergerak di bidang usaha pelayaran dalam negeri; BUT dari perusahaan pelayaran luar negeri; Pemberi kerja WP orang pribadi yang penghitungan PPh-nya menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

1.      Gross Method, Net Method, dan Gross Up Method
Pada perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terdapat beberapa metode yang bisa digunakan, Gross Method, Net Method, dan Gross Up Method.
a.       Gross method merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya.
b.       Net Method merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menaggung pajak karyawannya.
c.       Gross Up Method merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan.
Pada penerapan Gross Method dan Net Method hanya akan menguntungkan salah satu pihak sedangkan pihak lainnya rugi. Namun Gross Up Method dapat memberikan keadilan pada kedua belah pihak karena bagi perusahaan tunjangan pajak dapat diakui sebagai biaya, sedangkan bagi pegawai dianggap sebagai penghasilan. Perhitungan tunjangan pajak pada Gross Up Method diformulasikan untuk menyamakan jumlah pajak yang akan dipotong dengan tunjangan pajak yang akan diberikan perusahaan terhadap pegawainya.
2.      Konsep Taxable dan Deductible Terkait Dengan Unsur-Unsur Biaya Karyawan
Bagi Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha, salah satu biaya yang pasti ada adalah biaya tenaga kerja atau biaya karyawan. Nah, kalau kita lihat dalam konteks Pajak Penghasilan, ada dua fihak yang terlibat terkait dengan kewajiban Pajak Penghasilan. Yang pertama aalah Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi sebagai pemberi kerja. Biaya tenaga kerja terkait langsung dengan Pajak Penghasilan terutang karena biaya tenaga kerja adalah salah satu unsur biaya yang menentukan jumlah pajak terutang.
Yang kedua, adalah karyawan sebagai penerima penghasilan. Biaya karyawan yang dibayarkan oleh pemberi kerja merupakan penghasilan yang bisa menjadi objek atau bukan objek pemotongan PPh Pasal 21. Nah, jika kita membagi biaya tenaga kerja dilihat dari kedua fihak ini, maka biaya tenaga kerja dapat digolongkan menjadi empat bagian.
Bagi Perusahaan Deductible Expense, Bagi Karyawan Taxable Income
Dalam kelompok ini, biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan terutang (deductible) dan bagi karyawan, biaya tenaga kerja ini merupakan penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 21 (taxable income). Pada umumnya, biaya-biaya di sini adalah imbalan kepada karyawan dalam bentuk uang, yaitu  :
ü  Gaji pokok, uang lembur, THR
ü  Tunjangan : makan, transportasi, PPh 21, pengobatan, perumahan
ü  Premi asuransi pegawai dibayar perusahaan
ü  Penggantian pengobatan, pemberian uang sewa rumah, uang cuti
ü  Pemberian uang, selain pembagian laba

Bagi Perusahaan Non Deductible Expense, Bagi Karyawan Non Taxable Income
Dalam kelompok ini, juga masih berlaku prinsip deductible taxable. Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
ü  Pemberian dalam bentuk natura
ü  Pemberian pakaiaan, kecuali berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerjaan
ü  Pengobatan cuma-cuma
ü  Cuti ditanggung perusahaan
ü  PPh 21 ditanggung perusahaan
ü  Sebagian penyusutan, biaya perbaikan, biaya pemeliharaan serta bahan bakar atas kendaraan perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang pegawai tertentu.

Bagi Perusahaan Non Deductible Expense, Bagi Karyawan Taxable Income
Biaya dalam kelompok ini adalah pembagian laba perusahaan kepada pegawai dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti :
ü  Jasa produksi
ü  Jasa prestasi
ü  Tantiem
ü  Gatifikasi
ü  Bonus

Bagi Perusahaan Deductible Expense, Bagi Karyawan Non Taxable Income
Biaya yang termasuk dalam kelompok ini adalah berupa imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu seperti :
ü  Tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di lokasi bekerja tiidak ada tempat tinggal yang dapat disewa
ü  Makanan dan minuman bagi pegawai, sepanjang di lokasi bekerja tidak ada tempat penjualan makanan/minuman
ü  Pelayanan kesehatan, sepanjang di lokasi bekerja tidak ada sarana kesehatan misalnya poliklinik atau rumah sakit
ü  Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di lokasi bekerja tidak ada sarana pendidikan yang setara
ü  Pengangkutan bagi pegawai di lokasi bekerja, pengangkutan anggota keluarga untuk pertama kali dan pengangkutan pegawai dan keluarganya sehubungan terhentinya hubungan kerja
ü  Olah raga bagi pegawai  dan keluarganya  sepanjang di  lokasi bekerja tidak tersedia sarana tersebut, kecuali sarana olah raga golf, boating dan pacuan kuda

Termasuk pula dalam kelompok ini adalah pemberian natura dan kenikmatan sehubungan dengan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan dan kerkaitan dengan situasi lingkungan seperti :
ü  pakaian dan peralatan pemadam kebakaran
ü  pakaian dan peralatan proyek
ü  pakaian seragam pabrik
ü  pakaian seragam satpam
ü  makanan, minuman, penginapan awak kapal/pesawat
ü  antar jemput pegawai
ü  pakaian seragam pegawai hotel
ü  pakaian penyiar TV
ü  makanan tambahan untuk operator komputer/pengetik
ü  makan/minum cuma-cuma pegawai restoran

Jika perusahaan membedankan pemberian uang tip, uang pengurusan dokumen atau izin, uang jamuan pimpinan proyek dalam biaya entertainment  atau biaya lain-lain dan tidak dapat melengkapi pemberian tertentu dengan daftar nominative, makan pemberian tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sehingga pada akhir tahun dikoresi fiskal untuk menghitung PPh Badan.
Agar penghematan PPh dapat dilakukan, perusahaan dapat mereklasifikasikan biaya tersebut dalam pemberian honor atau imbalan kepada pihak ketiga. Perlakuan atas pajaknya adalah dengan melakukan gross-up sehingga pemhematan pajaknya dapat optimal. Namun, jika perusahaan masih menderita merugi yang berarti PPh Badannya nihil, maka pembebanan ke biaya entertainment dapat dilakukan untuk melakukan penghematan pajak.

                              6.            Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan Objek PPh Pasal 21
Prosedur yang perlu ditempuh untuk melakukan ekualisasi adalah :
a.       Akun-akun yang merupakan obyek pph 21,khususnya yang terkait dengan pegawai tetap,dikelompokkan dalam satu akun.
b.      setiap transsaksi yang masih terkait dengan obyek pph pasal 21 diberi kode khusus pada deskripsinya.ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun  sebelum SPT pph 21 pasal 21 masa desember dilaporkan ke kantor pajak.
c.       PAda akhir tahun, seluruh obyek pajak PPH pasal 21 yang tersebar di akun-akun biaya menurut buku besar dikumpulkam menjadi satu dan ditandingkan dengan pernghitungan pph pasal 21 masa desember.
d.      Jika masih terdapat selisih yang disebabkan oleh penghasilan pegawai tetap,maka terliti akun yang menampung iuran jamsostek dan pastikan bahwa iuran JHT tidak termsk dalam obyek pph pasal 21.
e.       Jika selisih disebabkan dari penghasilan selain pegawai tetap,maka teliti kelompok penghasilan yang belum dipotong pajaknya.
Contoh proses ekualisasi biaya yang terkait dengan pph pasal 21
PT.XYZ  adalah perusahaan pembiayaan dengan 2 cabang  yang terdaftar di KPP B dan KPP C.Kantor pusat terdaftar di KPP A. Tahun buku PT.XYZ  sama denga tahun takwim.Pada awal tahun 2013. Kantor pusat PT.XYZ diperiksa all taxes oleh KPP A atas tahun pajak 2012. Sebagai tidak lanjut juga di periksa dimasing2 kantor cabang.Pemeriksaan oleh KPP diselesaikan tepat waktu sebelum jangka waktu pemeriksa selesai.
Hasil temuan tax auditor sbb :
-          Obyek PPH Pasal 21 menurut pemeriksa                                     Rp.22.257.844.284
-          Obyek PPH Pasal 21 menurut SPT PPH Pasal 21 Des                 Rp.18.000.000.000
                                                                                                    --------------------------
Koreksi                                                                                          Rp.4.257.844.284

Sebagai koreksi atas obyek pph 21 yng dilaporkan di kantor pusat berdasarkan hasil ekualisasi dengan biaya yang dilaporkan dalam laporan laba rugi komersial 2012





Pembebanan Biaya dalam Laporan Laba Rugi Komersial
No
Uraian
 Jumlah (Rp)
1
Gaji & Upah
                     7,978,566,206
2
Lembur non-staf
                        644,252,755
3
Honor part-timer
                          37,067,959
4
THR dan bonus
                     1,322,590,100
5
Tunjangan PPh Pasal 21
                     1,547,500,000
6
Medical insurance
                        388,902,137
7
Jamsostek (JHT dan THT)
                          24,743,043
8
Iuran pensiun
                        279,619,164
9
Tunjangan lain-lain
                        419,237,466
10
Tunjangan transport
                          68,477,300
11
Komisi
                     9,546,888,154
Jumlah

                22,257,844,284

Objek PPh Pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 21                                 
-          Penghasilan bruto pegawai tetap                                            Rp 15.000.000.000                
-          Penghasilan bruto selain pegawai tetap                                  Rp   3000.000.000                 
Jumlah                                                                                          Rp 18.000.000.000                                                                
Ekualisasi Ojek PPh pasal 21 dengan Biaya di SPT Tahunan PPh Badan Jumlah beban dalam SPT Tahunan PPh Badan                                                                          Rp 22.257.844.284
Dikurangi :                                                                                                                 
Pembayaran ke Jamsostek (JHT & THT)                                                        Rp        24.743.043    
  1. Iuran pensiun                                                                                     279.619.164
  2. Provisi atas imbalan pascakerja                                                           75.000.000
  3. Pembayaran gaji honorer di bawah PTKP                                          37.067.959
  4. Objek PPh Pasal 21 yang dilaporkan di cabang
-          KPP B                                                                                  2.118.058.956
-          KPP C                                                                                     586.258.750
-          Jumlah pengurangan                                                   Rp    4.120.747.872
Objek PPh Pasal 21 Kantor Pusat menurut hasil ekualisasi                 Rp  18.137.096.412
Objek PPh Pasal 21 menurut SPT PPh Pasal 21                                                18.000.000
Objek PPh Pasal 21 yang belum dipotong                                          Rp       137.096.412




















Daftar Pustaka
http://www.pembayarpajak.com/index.php/articles/pajak-penghasilan/pph-pasal-21/157-taxable-non-taxable-income
http://bonegambrenk.blogspot.co.id/2014/03/tax-planning_24.html


Komentar

Postingan Populer