KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)


KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)





A.    KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” adalah UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 tahun 1994, dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007. Undang-undang tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”  dilandasi falsafah Pancasila dan UUD 1945. UU No. 28 tahun 2007 pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak, wewenang dan kewajiban aparat pemungut pajak, serta sanksi perpajakan.
Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang, menyetornya, serta melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak tersebut, sedangkan fungsi Direktorat Jenderal pajak adalah melakukan pengawasan atas sistem self assesment tersebut agar Wajib Pajak melaksanakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Penghitungan pajak yang terutang diatur dalam undang-undang material perpajakan sebagaimana tersebut dalam UU PPh dan UU PPN. Sementara itu pendaftaran, penyetoran, dan pelaporan pajak, serta wewenang Direktorat Jenderal pajak diatur dalam undang-undang formal perpajakan sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), yang mengatur tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak serta wewenang Direktorat Jenderal Pajak, termasuk sanksi perpajakan apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan
B.    NOMOR POKOK WAJIB PAJAK

1.    NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan oleh direktur jendral pajak kepada wajib pajak sebagai suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakanya .Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak.Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang dimilikinya.Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 

C.    SURAT PEMBERITAHUAN

a.    Pengertian Surat Pemberitahuan

Surat Pemberitahuan yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. KUP:pasal 1, angka 11.

b.    Fungsi SPT

1.    Fungsi SPT bagi wajib pajak PPh:

a.    Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
b.    Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang  telah dilakukan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak;
c.    Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang  telah dilakukan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak;

2.    Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak :
a.    Sabagai sarana untuk malaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya

3.    Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak

a.    Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPn-BM yang seharusnya terutang;
b.    Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c.    Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
c.    Kewajiban terhadap SPT
•    Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. KUP : Pasal 3 ayat (1)
•    Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
•    Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
•    Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan.
•    Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan.
d.    Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.

D.    TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
a.    Kewajiban Membayar Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:
I.    Membayar sendiri pajak yang terutang:
    Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)Ø
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:
    Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).§
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal.
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha
    Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT).§
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan.
Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak    Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,-    5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-    15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-    25%
di atas Rp 500.000.000,-    30%
b.    Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.
Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
c.    Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini adalah:
    Pemberi penghasilan;
    Pemberi kerja; atau
    Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
    Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.
    Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
    Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
    Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yangdapat dilakukan dengan caramenggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.
    Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah(kuitansi) di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-.

b.    Pemotongan / Pemungutan Pajak
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Untuk subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungutan pajak.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM. Penjelasan lebih lanjut dari masing-masing pajak tersebut adalah sebagai berikut:
a.    PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja.Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya.Wajib Pajak perseorangan dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Selain diwajibkan memotong PPh Pasal 21, Wajib Pajak perseorangan bisa juga dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterimanya.
b.    PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 ini antara lain adalah:
    Pemungutan PPh atas pembelian barang oleh instansi Pemerintah;
    Pemungutan PPh atas kegiatan impor barang;
    Pemungutan PPh atas produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif;
    Pemungutan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul;
    Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah
Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.
c.    PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT.
Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 23 atas jasa tertentu (jasa service mesin atau komputer) yang pemotongannya dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
d.    PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri.
Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 26 atas penghasilan tertentu (royalty) yang dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
e.    PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya.
Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
f.    PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus.
g.    PPN dan PPnBM adalah pemungutan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau Pemungutan yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah) atas pengkonsumsian barang dan/atau jasa kena pajak.
b.    Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetora pajak yang terhutang dengan mengguanakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. KUP : Pasal 10 ayat (1)
Tempat pembayaran tersebut adalah:
a.    Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral anggaran;
b.    Kantor pos.
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Undang-Undang Perpajakan untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.
•    Batas Waktu Pembayaran
Batas waktu pembayaran atau penyetoran diatur sebagai berikut :
•    Batas Waktu Pembayaran Masa:
No.    Jenis Pajak    Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran
1    PPh pasal 21    Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir
2    PPh pasal 21-impor    Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk.  Apabila Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman impor
3    PPh pasal 22-Direktorat Jendral Bea dan Cukai    1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
4    PPh pasal 22- Bendaharawan Pemerintah    Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
5    PPh pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina    Dilunasi sendiri oleh wajib pajak sebelum Suart Pemerintah Pengeluaran Barang (deliveryn order) ditebus
6    PPh pasal 22 yang dipungut oleh badan tertentu    Paling lambat tanbggal 10 bulan takwim berikutnya
7    PPh pasal 23 dan 26    Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
8    PPh pasal 25    Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
9    PPN dan PPn-Bm    Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir
10    PPN dan PPn-Bm impor    Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk.  Apabila Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman impor
11    PPN dan PPn-Bm Direktorat Jendral Bea dan Cukai    1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
12    PPN dan PPn-Bm Bendaharawan    Paling lambat tanggal 7 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir


E.    SURAT KETETAPAN PAJAK ( SKP ) 
Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (skp) hanya terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Fungsi Surat Ketetapan Pajak Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
a)    Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b)    Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c)    Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d)    Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar e.Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Jenis-Jenis Ketetapan Pajak
a)    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b)    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
c)    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d)    Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
e)    Surat Tagihan Pajak (STP) Adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan dalam hal :   - Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
- Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan    atau salah hitung;
 - WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
 - Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undangundang PPN, tetapi tidak     melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; - Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur    Pajak,
-   Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak  mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
 -    Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak dikeani sanksi.
 -    Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak  masukan diwajibkan membayar kembali.

F.    PENAGIHAN PAJAK

Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan pajak. Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan Pajak(STP), atau Surat Ketetapan Pajak (skp), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.

Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
1.    Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar hutang pajaknya.
2.    Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya.
3.    Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
4.    Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatifdalam membayar hutang pajaknya.
G.    KEBERATAN DAN BANDING

Keberatan yaitu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.

1.    Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar  (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau Pemungutan  oleh  pihak ketiga.
2.    Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:
a.    Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
b.    Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
c.    Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.

3.    Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan  oleh pihak ketiga.
a.    Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b.    Untuk surat keberatan  yang disampaikan melalui pos ( harus dengan pos tercatat ),  jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
1.    Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan banding. kepada badan peradilan pajak, dengan syarat:
a. Tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
c.  Alasan yang jelas.
d.  Dilampiri  salinan  Surat Keputusan atas keberatan.
Pengajuan permohonan Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
Putusan badan peradilan pajak bukan  merupakan keputusan  Tata Usaha Negara.
2.    Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama  24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada bpp terhadap :
1.   Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2.   Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
3.   Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP;
4.   Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP; 
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
1.   Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
2.    Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.

H.    PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
a. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
1. Wajib Pajak (WP) Badan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
b. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
c. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
d. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan
1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
e.Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk mempermudah:
1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
f. Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
I.    PEMERIKSAAN
Direktorat pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajaan wajib Pajak dan ujuan antara lain:
1.    Pemberian nomr Pokok Wajib Pajak
2.    Penghapusan nomr Pokok Wajib Pajak
3.    Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
4.    Wajib pajak mengajukan keberatan
5.    Pengumpulan bahan guna penyususnan Norma Penghitungan Penghaskan Netto
6.    Pencocokan data atau alat ketetrangan
7.    Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
8.    Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra perjanjian penghindaran pajak Berganda
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.


J.    PENYIDIKAN DAN SANKSI
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk Mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti imembuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana dibidang  perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Direktoral Jendral Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana dibidang perpajakan.
    Tindak pidana dibidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak.Kealpaan adalah Wajik Pajak Alpa tidak menyampaiakn SPT atau menyampaiakn SPT tetapi isinya tidak benar atatu tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja lalai tidak hati-hati atau kurang menindahkan kewajibanya . Kriteria kesengajaan adalah :
1.    Tidak mendaftarkan diri atau penyalahgunaan NPWP atau NPPKP
2.    Tidak menyampaikan SPT
3.    Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidk lengkap
4.    Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
5.    Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu
6.    Tidak menyelenggaraka pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku catatan atau dokumen lainya atau
7.    Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.


SANKSI PERPAJAKAN
Dikenal 2 macam sanksi :
1.    Sanksi Administrasi : Pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Seperti Bunga 2% per tahun, Denda administrasi dsb.
2.     Sanksi Pidana : Siksaan/Penderitaan merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Seperti denda pidana, kurungan, dan penjara.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Berdasarkan pemeriksaan, jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.Sanksi administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat taguhan pajak berdasrakan UU No 28 tahun 2007 tentangKetentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
 Tabel sanksi administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak disajikan dalam uraian dibawah ini.

Sanksi denda:
No     Pasal     Masalah     Sanksi     Keterangan
1    7 (1)    SPT Terlambat disampaikan :       
        a. Masa    Rp100.000 atau Rp500.000    Per SPT
        b. Tahunan    Rp100.000 atau Rp 1.000.000    Per SPT
2    8 (3)    Pembetulan sendiri dan belum disidik    150%    Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3    14 (4)    pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;    2%    Dari DPP
        pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap    2%    Dari DPP
        PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak    2%    Dari DPP

Sanksi bunga:
No     Pasal     Masalah     Sanksi     Keterangan
1.    8 (2 dan 2a)    Pembetulan SPT Masa dan Tahunan    2%    Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2.    9 (2a dan 2b)    Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan    2%    Per bulan, dari jumlah pajak terutang
3.    13 (2)    Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB    2%    Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4.    13 (5)    SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya    48%    Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5.    14 (3)    a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar    2%    Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
        b. SPT kurang bayar    2%    Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
    14 (5)    PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan    2%    Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
6.    15 (4)    SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya    48%    Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7.    19 (1)    SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar    2%    Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8.    19 (2)    Mengangsur atau menunda    2%    Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9.    19 (3)    Kekurangan pajak akibat penundaan SPT    2%    Atas kekurangan pembayaran pajak

Sanksi kenaikan:
No     Pasal     Masalah     Sanksi     Keterangan
1.    8 (5)    Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP    50%    Dari pajak yang kurang dibayar
2.    13 (3)    Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29       
        a. PPh yang tidak atau kurang dibayar    50%    Dari PPh yang tidak/ kurang dibayar
        b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan    100%    Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut
        c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar    100%    Dari PPN/ PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
3.    15 (2)    Kekurangan pajak pada SKPKBT    100%    Dari jumlah kekurangan pajak tersebut

I.    SURAT KETETAPAN PAJAK
Surat ketetapan pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
1.    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
a.    Penerbitan SKPKB
SKPKB dapat diterbitkan apabila:
·      berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
·      Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
·      berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya dikompensasikan, selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%;
·      kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
·      kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
SKPKB hanya dapat diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban meterial. Keterangan lain tersebut adalah data kongkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jendral Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan Pajak Penghasilan.
b.      Sanksi Administrasi
·      Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2a dan 2e, maka jumlah kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
·      Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2b, 2c, dan 2d maka dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
o  50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
o  100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut,tidak atau kurang di setor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.
o  100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
c.    Fungsi SKPKB
·      Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
·      Sarana untuk mengenakan sanksi.
·      Alat untuk menagih pajak.
d.   Jangka Waktu Penerbita SKPKB
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan SKPKB.
Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2.    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
a.    Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar TambahanSKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
b.   Penerbitan SKPKBT
SKPKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
c.    Fungsi SKPKBT
·      Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
·      Sarana untuk mengenakan sanksi.
·      Alat untuk menagih pajak.
d.   Sanksi SKPKBT
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut;
Sanksi administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila SKPKBT diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.
e.    Jangka Waktu Penerbita SKPKBT
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan SKPKBT.
Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3.    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
a.    Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
b.   Penerbitan SKPLB
SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:
·      Pajak Penghasilah apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang;
·      Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Penambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Penambahan Nilai tersebut, atau;
·      Pajak Penjualan atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
c.    Fungsi SKPLB
Sebagai alat atau sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak.
4.    Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
a.    Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
b.   Penerbitan SKPN
SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
5.    Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Sebab diterbitkannya STP:
·      Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
·      Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
·      Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
·      Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
·      Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap;
·      PKP melaporkan faktur tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;
·      PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
a.    Fungsi STP
o  Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak,
o  Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
o  Sarana untuk menagih pajak.
b.    Sanksi Administrasi STP
Jumlah kekurangan pajak yang terutang (poin 2a dan 2b) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak (poin 2d dan 2e atau 2f), selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggalpenerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampaidengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
c.    Kekuatan Hukum STP
STP (Surat Tagihan Pajak) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam penagihannya dapat juga dilakukan dengan surat paksa.
J.    KEBERATAN DAN BANDING
1.    Tata Cara Penyelesaian Keberatan
a.    Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
1)   Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
2)   Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
3)   Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
4)   Surat Ketetapan Pajak Nihil; atau
5)   Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.    Pengajuan keberatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)   diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2)   mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
3)   1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
4)   diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak diterbitkan; atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak;
5)   Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
c.    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
d.   Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh wajib pajak belum memenuhi persyaratan, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikansurat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan.
e.    Suratkebertan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat Keputusan Keberatan.
f.     Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, pencatatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada dipihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
g.    Direktorat Jendral Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan. Keputusan Direktorat Jendral Pajak dapat berupa:
·      Mengabulkan seluruhnya.
·      Mengabulkan sebagian.
·      Menolak.
·      Menambah besarnya jumlah pajak yang harrus dibayar.
h.    Apabila dalam jangka waktu 12 bulantelah terlampaui dan Direktur Jendral Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.
i.      Apabila pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah bunga sebesar 2% perbulan untukpaling lama 24 bulan dengan ketentuan:
·      Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.
·      Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampaidengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.
j.      Dalam hal keberatan WP ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yangtelah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
k.    Tetapi apabila WP mengajukanpermohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan, sanksi tersebut tidak dikenakan.
l.      Apabila pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya,yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% perbulan paling lama 24 bulan dengan ketentuan berikut:
·      Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, atau
·      Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.
2.    Tata Cara Penyelesaian Banding
a.    WP dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
b.    Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkaran peradilan tata usaha negara.
c.    Permohonan banding diajukanpaling lama 3 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima, dengan cara:
1)   Tertulis dalam bahasa Indonesia.
2)   Mengemukakan alasan-alasan yang jelas.
3)   Melampirkan salinan Surat Keputusan Keberatan.
d.   Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.
e.    Apabila permohonan banding ditolak atau diterima sebagian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
f.     Apabila pengajuan keberatan atau banding dikabulkan sebagian atau selurunya, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
·      Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
·      Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding.

K.PEMBETULAN, PENGURANGAN, PENGHAPUSAN ATAU PEMBATALAN
1.    Pembetulan
Atas permohonan wajib pajak, atau karena jabatannya, Direktur Jendral Pajak dapat membetulkan:
a.    Surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB),
b.    Surat Tagihan Pajak,
c.    Surat Keputusan Pembetulan,
d.   Surat Keputusan Keberatan,
e.    Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi,
f.     Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi,
g.    Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
h.    Surat Keputusan Pembatalan Ketetepan Pajak,
i.      Surat Keputusan Pengambilan Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau
j.      Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga,
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan anperundang-undangan perpajakan.
2.    Pengurangan, Penghapusan atau Pembatalan
Direktur Jendral Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak, dapat:
a.       Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan anperundang-undangan perpajakan;
b.      Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau STP yang tidak benar; atau
c.       Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
o  Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; atau
o  Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Wajib Pajak dapat mmengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak apabila:
a.       Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak; atau
b.      Wajib Pajak mengajukan keberatan tetapi keberatannya tidak dipertimbangkan oleh Direktur Jendral Pajak karena tidak memenuhi persyaratan.

L.  DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
Daluwarasa penagihan pajak tertangguh apabila:
1.    Diterbitkan Surat Paksa;
2.    Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak;
3.    Diterbitkan SKPKB atau SKPKBT; atau
4.    Dilakukan penyidikan tindak pidanadi bidang perpajakan.

M.     PEMERIKSAAN
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemeuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
1.    Sasaran Pemeriksaan
Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyelidikan adalah untuk mencari adanya:
a.       Interpretasi Undang-Undang yang tidak benar.
b.      Kesalahan hitung.
c.       Penggelapan secara khusus dari penghasilan.
d.      Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhanya yang dilakukan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya.
2.    Tujuan Pemeriksaan
a.       Untuk menguji kepatuhan peenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak.
b.      Untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.    Wewenang Memeriksa
Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4.    Prosedur Pemeriksaan
a.       Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan.
b.      Wajib Pajak yang diperiksa harus:
·      Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang Wajib Pajak.
·      Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu untuk kelancaran pemeriksaan.
·      Memberi keterangan yang diperlukan.
c.       Jika Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan suatu hal, maka kewajiban tersebut harus ditiadakan.
d.      Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pada poin b di atas.

N.  PEYELIDIKAN
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan adanya bukti tersebut membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.Penyidikan dilaksanakan berdasarkan UU No.8/1981 tentang KUHP.
1.    Penyidik
Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jendral Pajak yang diberi wewenang khusus untuk menyelidiki tindak pidana di bidang perpajakan.
2.    Wewenang Penyidik[1][8]
a.       Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b.      Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
c.       Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d.      Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
e.       Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.       Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
g.      Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada angka 5;
tindak pidana di bidang perpajakan;
i.        Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.        Menghentikan penyidikan;
k.      Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan peundang-undangan.
Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan
3.    Kewajiban Penyidik
Penyidik sebagaimana memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyelidikan kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan UU Hukum Acara Pidana.

O.  SANKSI PERPAJAKAN
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. Ancaman terhadap pelangaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan pidana.
Perbedaan di antara keduanya terletak pada konsekuensinya. Pada sanksi administrasi, konsekuensinya adalah pembayaran kerugian kepada negara berupa bunga dan kenaikan, sedangkan pada sanksi pidana, konsekuensinya adalah  siksaan atau penderitaan.
1.    Sanksi Administrasi
a.    Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan.Terkait besarannya, denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambahkan dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih lanjut, dalam tabel berikut dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi  berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.
No
Masalah
Cara Membayar/menagih
1.
Tidak / terlambat memasukkan / menyampaikan SPT.
STP ditambah Rp 100.000,- atau Rp 500.000,- atau Rp 1.000.000,- 
2.
Pembetulan sendiri, SPT tahunan atau SPT masa tetapi belum di sidik.
SSP ditambah 15%                            
3.
Khusus PPN:
a.       Tidak melaporkan usaha
b.       Tidak membuat / mengisi faktur
c.       Melanggar larangan membuat Faktur (PKP yang tidak dikukuhkan)

SSP/SPKPB ditambah 2% denda dari dasar pengenaan
4.
Khusus PBB:
a.       STP, SKPKB tidak / kurang dibayar atau terlambat dibayar
b.       Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar

STP + denda 2% (maksimum 24 bulan).

SKPKB + denda administrasi dari selisih pajak yang terutang

b.    Bunga 2% per bulan
Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga penagihan dan bunga ketetapan.
Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Dengan demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi antara lain:
·      Bunga karena pembetulan STP.
·      Bunga karena angsuran / penundaan pembayaran.
·      Bunga karena terlambat membayar.
·      Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya terutag dan pajak sementara.
Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT tidak dilakukan dalam batas waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP (lihat pasal 19 ayat 1 KUP).
No
Masalah
Cara Membayar/menagih
1.
Pembetulan sendiri SPT (tahunan atau masa) tetapi belum diperiksa.
SSP/STP
2.
Dari penelitian rutin:
PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar.
PPh pasal 21, 22, 23, dan 26 serta PPn yang terlambat bayar.
SKPKB, STP, SKPKBT tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar.
SPT salah tulis/hitung.

SSP/STP
SSP/STP

SSP/STP

SSP/STP
3.
Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar (maksimum 24 bulan).
SSP/SPKB
4.
Pajak diangsur/ditunda; SKPKB, SKKPP, STP.
SSP/STP
5.
SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar.
SSP/STP
Bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan.Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB (lihat pasal 13 ayat 2 KUP).


c.       Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh Wajib Pajak.Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda.Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang.

No
Masalah
Cara Membayar/menagih
1.
Dikeluarkan SKPKB dengan penghitungan secara jabatan:
a.       Tidak memasukkan SPT:
(a)    SPT tahunan (PPh 29)
(b)    SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPN)
b.       Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 28 KUP

c.       Tidak memperlihatkan buku/dokumen, tidak memberi keterangan, tidak mem-beri bantuan guna kelancaran pemerik-saan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 29
SKPKB ditambah kenaikan 50%

SKPKB ditambah kenaikan 100%

SKPKB
50% PPh pasal 29
100% PPh pasal 21, 23, 26, dan PPN

SKPKB
50% PPh pasal 29
100% PPh pasal 21, 23, 26, dan PPN.
2.
Dikeluarkan SKPKBT karena: ditemukan data baru, data semula yg belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB.
SKPKBT 100%
3.
Khusus PPN:
Dikeluarkan SKPKB karena pemerik-saan, dimana PKP tidak seharusnya mengompensasi selisih lebih, meng-hitung tariff 0% diberi restitusi pajak.

SKPKB 100%

2.    Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan, ada 3 macam sanksi pidana, yaitu: denda pidana, kurungan, dan penjara.
a.       Denda pidana
Sanksi berupa denda pidana dikenakan kepada Wajib Pajak dan diancamkan juga kepada pejabat pajak atau pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b.      Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekiat itu diganti dengan pidana kurunga selama-lamanya sekian.
c.       Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan.Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan.Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.
Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur/ditetapkan dalam UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No.12 Tahun 1985 sebagai-mana telah diubha dengan UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

DAFTAR PUSTAKA





Komentar

Postingan Populer