SISTEM INFORMSI EKSEKUTIF
I.
Konsep dasar
Pengendalian Internal
Pengendalian
internal (internal control) adalah
proses dan prosedur yang dijalankan untuk menyediakan jaminan memadai bahwa
tujuan-tujuan pengendalian terpenuhi. Pengendalian internal adalah sebuah proses karena ia menyebar ke seluruh
aktivitas pengoperasian perusahaan dan merupakan bagian integral dari aktivitas
manajemen. Dalam suatu perusahaan , pengendalian internal menjalankan tiga
fungsi penting sebagai berikut:
1.
Pengendalian Preventif. Pengendalian yang
mencegah masalah sebelum timbul.
2.
Pengendalian Detektif. Pengendalian yang
didesain untuk menemukan masalah pengendalian yang tidak terelakan.
3.
Pengendalian Korektif. Pengendalian yang
mengidentifikasi dan memperbaiki masalah serta memperbaiki dan memulihkan dari kesalahan
yang dihasilkan.
Pengendalian internal umumnya
dikategorikan dalam dua kategori, yaitu:
1.
Pengendalian Umum. Pengendalian yang
didesain untuk memastikan sistem informasi organisasi serta pengendalian
lingkungan stabil dan dikelola dengan baik.
2.
Pengendalian Aplikasi. Pengendalian yang
mencegah, mendeteksi, dan mengoreksi kesalahan transaksi dan penipuan dalam
program aplikasi.
Menurut Robert Simon, seorang
Profesor Bisnis Harvard menganut empat
kaitan pengendalian untuk meyelesaikan konflik di antara kreativitas dan
pengendalian. Yaitu:
1.
Sistem Kepercayaan. Sistem yang
menjelaskan cara sebuah perusahaan menciptakan nilai, membantu pegawai memahami
visi perusahaan, mengkomunikasikan nilai-nilai dasar perusahaan, dan
menginspirasi pegawai untuk bekerja berdasarkan nilai0nilai tersebut.
2.
Sistem Batas. Sistem yang membantu
pegawai bertindak secara etis dengan membangun batas pada perilaku
kepegawaiaan.
3.
Sistem Pengendalian
Diagnosis.
Sistem yang mengukur, mengawasi dan membandingkan perkembangan perusahaan
actual dengan anggaran dan tujuan knerja.
4.
Sistem Pengendalian
Interaktif.
Sistem yang membantu manajer untuk memfokuskan perhatian bawahan pada isu-isu
strategis utama dan lebih terlibat di dalam keputusan mereka.
II.
Mengapa Pengendalian
Berbasis Teknologi Informasi dan Keamanan Sistem Diperlukan
Informasi
saat ini sudah menjadi sebuah komoditi yang sangat penting. Bahkan ada yang
mengatakan bahwa kita sudah berada di sebuah “information-based society”. Kemampuan untuk mengakses dan
menyediakan informasi secara cepat dan akurat menjadi sangat esensial bagi sebuah
organisasi, baik yang berupa organisasi komersial (perusahaan),
perguruan tinggi, lembaga pemerintahan, maupun individual (pribadi). Jumlah kejahatan
komputer (computer crime), terutama yang berhubungan dengan sistem
informasi, akan terus meningkat dikarenakan beberapa hal,
antara lain:
1.
Aplikasi bisnis yang menggunakan (berbasis) teknologi informasi
dan jaringan komputer semakin meningkat.
2. Desentralisasi server
sehingga lebih banyak sistem yang harus ditangani dan membutuhkan lebih banyak
operator dan administrator yang handal. Padahal mencari
operator dan administrator
yang handal adalah sangat sulit.
3. Transisi
dari single vendor ke multi-vendor sehingga lebih banyak
yang harus dimengerti dan masalah
interoperability antar vendor yang lebih sulit ditangani.
4. Meningkatnya kemampuan
pemakai di bidang komputer sehingga mulai banyak pemakai yang mencoba-coba
bermain atau membongkar sistem yang digunakannya.
5.
Kesulitan dari penegak hukum untuk mengejar kemajuan dunia
komputer dan telekomunikasi yang sangat cepat.
Semakin kompleksnya
sistem yang digunakan, seperti semakin besarnya program (source code) yang
digunakan sehingga semakin besar probabilitas terjadinya lubang keamanan.Semakin
banyak perusahaan yang menghubungkan sistem informasinya dengan jaringan
komputer yang global seperti Internet. Potensi sistem informasi yang dapat
dijebol menjadi lebih besar. Adapun kriteria yag perlu di perhatikan dalam
masalah keamanan sistem informasi membutuhkan 10 domain keamanan yang perlu di
perhatikan yaitu :
- Akses kontrol sistem yang
digunakan
- Telekomunikasi dan jaringan
yang dipakai
- Manajemen praktis yang di pakai
- Pengembangan sistem aplikasi
yang digunakan
- Cryptographs yang diterapkan
- Arsitektur dari sistem
informasi yang diterapkan
- Pengoperasian yang ada
- Busineess Continuity Plan (BCP)
dan Disaster Recovery Plan (DRP)
- Kebutuhan Hukum, bentuk
investigasi dan kode etik yang diterapkan
- Tata letak fisik dari sistem
yang ada
III.
Membandingkan Kerangka
Pengendalian Internal:
i.
COSO internal control integrated framework
Dua
tujuan utama dari laporan COSO adalah (1) untuk menetapkan definisi umum
pengendalian internal yang melayani berbagai pihak, dan (2) menyediakan standar
terhadap organisasi yang dapat menilai sistem pengendalian dan menentukan cara
untuk meningkatkan/memperbaiki sistem tersebut.
Definisi
Pengendalian Internal COSO “suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan
komisaris, manajemen, dan personil lainnya dari sebuah entitas, yang dirancang
untuk memberikan keyakinan/jaminan yang wajar berkaitan dengan pencapaian
tujuan dalam beberapa kategori”. Kategori-kategori dalam pencapaian tujuan
Pengendalian Internal:
1.
Efektivitas dan efisiensi operasi
2.
Keandalan laporan keuangan
3.
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku
Laporan ini menekankan bahwa sistem pengendalian internal merupakan
alat/perangkat dari manajemen dan bukan pengganti manajemen. Jadi manajemen dan
sistem pengendalian seharusnya dibentuk didalam kegiatan operasi.
ii.
COSO enterprise risk management
Meningkatnya perhatian
terhadap pengendalian intern, manajemen risiko, dan good governance tersebut direspons oleh The Committee of Sponsoring Organizations
of the Treadway Commission (COSO)
dengan menerbitkan Enterprise
Risk Management (“ERM”) – Integrated Framework pada bulan September 2004. ERM versi COSO terdiri dari 8 komponen yang saling terkait.
Komponen-komponen tersebut adalah:
1.
Lingkungan Internal (Internal
Environment) – Lingkungan internal sangat menentukan warna dari sebuah
organisasi dan memberi dasar bagi cara pandang terhadap risiko dari setiap
orang dalam organisasi tersebut. Di dalam lingkungan internal ini termasuk,
filosofi manajemen risiko dan risk appetite, nilai-nilai etika dan
integritas, dan lingkungan di mana kesemuanya tersebut berjalan.
2.
Penentuan Tujuan (Objective
Setting) – Tujuan perusahaan harus ada terlebih dahulu sebelum
manajemen dapat menidentifikasi kejadian-kejadian yang berpotensi mempengaruhi
pencapaian tujuan tersebut. ERM memastikan bahwa manajemen memiliki
sebuah proses untuk menetapkan tujuan ddan bahwa tujuan yang dipilih atau
ditetapkan tersebut terkait dan mendukung misi perusahaan dan konsisten
dengan risk appetite-nya.
3.
Identifikasi
Kejadian (Event
Identification) – Kejadian internal dan eksternal yang mempengaruhi
pencapaian tujuan perusahaan harus diidentifikasi, dan dibedakan antara risiko
dan peluang. Peluang dikembalikan (channeled back) kepada
proses penetapan strategi atau tujuan manajemen.
4.
Penilaian Risiko (Risk
Assessment) – Risiko dianalisis dengan memperhitungkan kemungkinan
terjadi (likelihood) dan dampaknya (impact), sebagai dasar bagi
penentuan bagaimana seharusnya risiko tersebut dikelola.
5.
Respons Risiko (Risk
Response) – Manajemen memilih respons risiko –menghindar (avoiding),
menerima (accepting), mengurangi (reducing), atau mengalihkan (sharing
risk) – dan mengembangkan satu set kegiatan agar risiko tersebut
sesuai dengan toleransi (risk tolerance) dan risk appetite.
6.
Kegiatan
Pengendalian (Control Activities) – Kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan dan diimplementasikan untuk membantu memastikan
respons risiko berjalan dengan efektif.
7.
Informasi dan
komunikasi (Information and Communication) –
Informasi yang relevan diidentifikasi, ditangkap, dan dikomunikasikan dalam
bentuk dan waktu yang memungkinkan setiap orang menjalankan tanggung jawabnya.
8.
Pengawasan (Monitoring) –
Keseluruhan proses ERM dimonitor dan modifikasi dilakukan apabila perlu.
Pengawasan dilakukan secara melekat pada kegiatan manajemen yang berjalan
terus-menerus, melalui eveluasi secara khusus, atau dengan keduanya.
Penerapan komponen dalam berbagai tujuan
tersebut dapat dilakukan pada entity-level, divisional, unit bisnis, dan/atau subsidiary.
Hubungan antara ketiganya digambarkan oleh COSO dalam kubus tiga dimensi
sebagai berikut:
iii.
COBIT
COBIT 5 adalah kerangka bisnis untuk tata kelola dan
manajemen perusahaan IT (IT gevornance framework), dan juga kumpulan alat yang
mendukung para manager untuk menjembatani jarak (gap) antara kebutuhan yang
dikendalikan (control requirments), masalah teknis (technical issues) dan
resiko bisnis (business risk). Versi evolusi
menggabungkan pemikiran terbaru dalam tata kelola perusahaan dan teknik manajemen,
dan memberikan prinsip- prinsip yang diterima secara global, praktek, alat-alat
analisis dan model untuk membantu meningkatkan kepercayaan, dan nilai dari,
sistem informasi.
COBIT mempermudah perkembangan peraturan yang jelas (clear policy development) dan praktik baik (good practice) untuk mengendalikan IT dalam organisasi. COBIT menekankan kepatuhan terhadap peraturan, membantu organisasi untuk meningkatkan nilai yang ingin dicapai dengan penggunaan IT, memungkinkan untuk menyelaraskan dan menyederhanakan penerapan dari the COBIT Framework.
COBIT mempermudah perkembangan peraturan yang jelas (clear policy development) dan praktik baik (good practice) untuk mengendalikan IT dalam organisasi. COBIT menekankan kepatuhan terhadap peraturan, membantu organisasi untuk meningkatkan nilai yang ingin dicapai dengan penggunaan IT, memungkinkan untuk menyelaraskan dan menyederhanakan penerapan dari the COBIT Framework.
·
Manfaat Menggunakan
COBIT 5 for Information Secutiry memberikan sejumlah kemampuan yang berhubungan
dengan keamanan informasi untuk perusahaan sehingga dapat menghasilkan manfaat
perusahaan seperti:
1. Mengurangi
kompleksitas dan meningkatkan efektivitas biaya karena integrasi yang lebih
baik dan lebih mudah.
2. Meningkatkan
kepuasan pengguna.
3. Meningkatkan
integrasi keamanan informasi dalam perusahaan.
4. Menginformasikan
risiko keputusan dan risk awareness.
5. Meningkatkan
pencegahan, deteksi dan pemulihan.
6. Mengurangi
insiden (dampak) keamanan informasi.
7. Meningkatkan
dukungan untuk inovasi dan daya saing.
8. Meningkatkan
pengelolaan biaya yang berhubungan dengan fungsi keamanan informasi.
9. Pemahaman
yang lebih baik dari keamanan informasi.
·
Prinsip COBIT
5 for Information Secutiry
Berdasarkan gambar diatas, COBIT 5 didasarkan pada lima
prinsip, yaitu:
1.
Prinsip Pertama: Pertemuan
Pemangku Kepentingan Kebutuhan.
2.
Prinsip Kedua: Meliputi
Enterprise End-to-End.
3.
Prinsip Ketiga: Menerapkan
Kerangka, Single Terpadu.
4.
Prinsip Keempat:
Mengaktifkan Pendekatan Holistik.
5.
Prinsip Kelima: Tata
Memisahkan Dari Manajemen
IV.
Elemen Utama dalam
Lingkungan Internal (internal environment)
Lingkungan Internal (Internal Environment) –
Lingkungan internal sangat menentukan warna dari sebuah organisasi dan memberi
dasar bagi cara pandang terhadap risiko dari setiap orang dalam organisasi
tersebut. Elemen utama dalam lingkungan internal, yaitu:
1. Risk Management Phylosophy.
2. Risk Appetite
3. Board of Directors
4. Integrity and Ethical Value
5. Commitment to Competence
6. Organizational Structure
7. Assignment on Authority and
Responsibility
V.
Empat Tipe Tujuan Pengendalian yang perlu Ditetapkan (Objective Setting)
Manajemen
menetapkan tujuan pada tingkatan perusahaan dan kemudian membaginya kedalam
tujuan yang lebih spesifik untuk subunit perusahaan. Maka, tujuan perusahaan.
Tujuan pengendalian dibagi menjadi:
1.
Tujuan Strategis. Tujuan tingkat
tinggi yang disejajarkan dan mendukung misi perusahaan serta menciptakan nilai
pemegang saham. Manajemen wajib mengidentifikasi dan menilai risiko serta
dampak dari setiap alternative; memformulasikan strategi perusahaan; dan
menetapkan tujuan operasi, kepatuhan dan pelaporan.
2.
Tujuan Operasi. Tujuan yang
berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan serta
menentukan cara mengalokasikan sumber daya. Tujuan ini merefleksikan
preferensi, pertimbangan, dan gaya manajemen serta merupakan sebuah faktor
penting dalam keberhasilan perusahaan.
3.
Tujuan Pelaporan. Tujuan yang membantu
memastikan ketelitian, kelengkapan, dan keterandalan laporan perusahaan;
meningkatkan pembuatan keputusan; dan mengawasi aktivitas serta kinerja
perusahaan.
4.
Tujuan Kepatuhan. Tujuan yang membantu
perusahaan mematuhi seluruh hukum dan peraturan yang berlaku. Seberapa baik
sebuah perusahaan mencapai tujuan
kepatuhan dan pelaporan dapat memengaruhi reputasi perusahaan secara
signifikan.
VI.
Identifikasi Kejadian
(Event Identification)
Committee of
Sponsoring Organization (COSO) mengidentifikasi kejadian sebagai “sebuah
insiden atau peristiwa yang berasal dari sumber-sumber internal atau eksternal
yang memengaruhi implementasi strategi atau pencapaian tujuan. Kejadian
memiliki dampak positif ataupun negatif atau keduanya.” Manajemen harus mencoba
untuk mengantisipasi seluruh kemungkinan kejadian positif atau negatif dan
memahami hubungan timbal balik kejadian. Perusahaan menggunakan beberapa teknik
untuk mengidentifikasi kejadian termasuk penggunaan sebuah daftar komprehensif
dari kejadian potensial, pelaksanaan sebuah analisis internal, pengawasan
kejadian-kejadian yang menjadi penyebab dan titi titik pemicu, pengadaan
seminar dan wawancara, penggunaan data
mining, dan penganalisasian proses-proses bisnis.
VII.
Penilaian Risiko (Risk Assessment) dan Risk Respone
Manajemen harus mengidentifikasi dan menilai
perubahan-perubahan yang dapat secara signifikan berdampak pada sistem
pengendalian internal. Risiko-risko sebuah kejadian yang teridentifikasi
dinilai dalam beberapa cara yang berbeda: kemungkinan dampak positif atau
negatif, secra individu dan berdasarkan kategori, dampak pada unit organisasi
yang lain, serta berdasarkan pada sifat bawaan dan residual. Risiko Bawaan (inherent rsik) adalah kelemahan dari
sebuah penerapan akun atau transaksi pada masalah pengendalian yang signifikan
tanpa adanya pengendalian internal. Sedangkan, risiko residual (residual risk) adalah risiko yang
tersisa setelah manajemen mengimplementasikan pengendalian internal atau
beberapa respon lainnya terhadap risiko.
Untuk
menyelaraskan risiko yang mengidentifikasikan dengan toleransi perusahaan
terhadap risiko, manajemen harus mengambil pandangan perusahaan yang luas pada risiko. Manajemen dapat
merespon risiko empat cara berikut:
1.
Mengurangi. Yaitu mengurangi
kemungkinan dan dampak risiko dengan mengimplementasikan sistem pengendalian
internal yang efektif.
2.
Menerima. Yaitu menerima
kemungkinan dan dampak risiko.
3.
Membagikan. Yaitu membagikan
risiko atau mentransfernya kepada orang lain dengan suransi pembelian,
mengalihdayakan sebuah aktivitas, atau masuk ke dalam transaksi lindung nilai (hedging).
4.
Menghindari. Yaitu menghindari
risiko dengan tidak melakukan aktifitas yang menciptakan risiko.
Para akuntan dan perancang sistem
membantu manajemen merancang sistem pengendalian yang efektif untuk mengurangi
risiko bawaan. Mereka juga mengevaluasi
sistem pengendalian internal untuk memastikan bahwa sistem tersebut beroperasi
dengan efektif. Mereka menilai dan
mengurangi risiko menggunakan strategi penilaian dan respon risiko, yang
dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
1.
Memperkirakan
Kemungkinan dan Dampak. Beberapa kejadian
memiliki risiko yang lebih besar karena cenderung untuk terjadi. Kemungkinan
dan dampak harus dipertimbangkan bersamaan. Oleh karena itu, keduanya
meningkat, baik materialitas dari kejadian maupun kebutuhan untuk melindunginya
akan muncul. Alat-alat perangkat lunaka membantu penilaian dan respon risiko
secara otomatis.
2.
Mengidentifikasi
Penilaian. Manajemen harus mengidentifikasi pengendalian yang melindungi
perusahaan dari setiap kejadian, Pengendalian Preventif, Pengendalian Detektif,
dan Pengendalian Korektif harus berjalan beriringan.
3.
Memperkirakan Biaya
dan Manfaat. Tujuan dari perencanaan sebuah sistem pengendalian internal
adalah untuk memberikan jaminan memadai bahwa kejadian tidak akan terjadi. Tidak
ada sistem pengendalian internal yang memberikan perlindungan sangat mudah
terhadap seluruh kejadian, karena memiliki banyak sekali pengendalian
membutuhkan biaya sangat besar dan secara negatif memengaruhi efisiensi
operasional. Kebalikannya, memiliki terlalu sedikit pengendalian tidak akan
memberikan jaminan memadai yang diperlukan. Oleh karena itu, manfaat dari
proses pengendalian internal harus melebihi biayanya.
4.
Menentukan Efektivitas
Biaya/Manfaat. Manajemen harus menentukan apakah pengendalian merupakan biaya
menguntungkan. Dalam mengevaluasi pengendalian internal, manajemen harus lebih
mempertimbangkan faktor-faktor yang lain daripada faktor-faktor yang ada di
dalam perhitungan biaya/manfaat yang diperkirakan.
VIII.
Aktivitas Pengendalian
Aktivitas
pengendalian (control activities) adalah
kebijakan, prosedur, dan aturan yang memberikan jamainan memadai bahwa tujuan
pengendalian telah dicapai dan respon risiko dilakukan. Manajemen harus
memastikan bahwa:
1.
Pengendalian dipilih dan dikembangkan untuk membantu mengurangi
risiko hingga level yang dapat diterima;
2.
Pengendalian umum yang sesuai dipilih dan dikembangkan melalui
teknologi;
3.
Aktivitas pengendalian diimplementasikan dan dijalankan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur perusahaan yang telah ditentukan.
Pengendalian akan jauh lebih efektif ketika dijalankan sejak sistem dibangun,
daripada sesudah dibangun. Prosedur pengendalian dilakukan dalam
kategori-kategori berikut:
1.
Otorisasi Transaksi
dan Aktivitas yang Tepat.
Otorisasi merupakan
penetapan kebijakan bagi para pegawai untuk diikuti dan kemudian memberdayakan
mereka guna melakukan fungsi organisasi tertentu. Otorisasi sering
didokumentasikan dengan penandatanganan, penginilisasian, atau pemasukan kode
pengotorisasian pada sebuah dokumen atau catatan. Sistem komputer dapat merekam
sebuah tanda tangan digital, simbol penandatanganan sebuah dokumen secara
elektronik dengan data yang tidak dapat dipalsukan. Aktivitas atau transaksi
tertentu bisa jadi merupakan konsekuensi bahwa manajemen memberikan otorisasi khusus agar aktivitas tersebut
terjadi. Sebaliknya, manajemen mengotorisasi pegawai untuk menangani transaksi
rutin tanpa persetujuan khusus, sebuah prosedur yang dikenal sebagai otorisasi umum. Manajemen harus memiliki
kebijakan tertulis baik otorisasi khusus maupun umum untuk semua jenis
transaksi.
2.
Pemisahan Tugas.
Pengendalian internal
yang baik mensyaratkan tidak ada satu pegawai pun yang diberi terlalu banyak
tanggung jawab atas transaksi atau proses bisnis Pemisahan tugas dibagi
menjadi:
a.
Pemisahan tugas akuntansi. Yaitu pemisahan fungsi akuntansi,
seperti otorisasi, pencatatan, dan penyimpanan guna meminimalkan kemampuan
pegawai untuk melakukan penipuan.
b.
Pemisahan tudgas sistem. Yaitu penerapan prosedur-prosedur
pengendalian untuk membagi wewenang dan tanggung jawab secara jelas di dalam
fungsi sistem internal.
3.
Pengembangan Proyek
dan Pengendalian Akuisisi (Perolehan).
Pengendalian
pengembangan sistem yang penting meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.
Komite Pengarah. Yaitu sebuah komite tingkat eksekutif untuk
merencanakan dan mengawasi fungsi sistem informasi.
b.
Rencana Induk Strategis. Yaitu sebuah rencana multitahunan yang
menjabarkan proyek perusahaan yang harus terselesaikan untuk mencapai tujuan
jangka panjang dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.
c.
Rencana Pengembangan Proyek. Yaitu sebuah dokumen yang
menunjukkan cara sebuah proyek akan diselesaikan.
d.
Jadwal Pengolahan Data. Yaitu sebuah jadwal yang menunjukkan
kapan tiap-tiap tugas pengolahan data seharusnya dilakukan.
e.
Pengukuran Kinerja Sistem. Yaitu cara-cara untuk mengevaluasi
dan menilai sebuah sistem.
f.
Tinjauan Pasca Implementasi. Yaitu tinjauan yang dilakukan
setelah sistem baru beroperasi untuk
periode yang singkat, guna memastikan hal itu sesuai dengan tujuan yang telah
direncanakan.
4.
Mengubah Pengendalian
Manajemen.
Perusahaan memodifikasi sistem yang berjalan untuk
merefleksikan praktik-praktik bisnis baru dan untuk memanfaatkan penguasaan TI.
5.
Mendesain dan
Menggunakan Dokumen dan Catatan.
Desain dan penggunaan
dokumen elektronik dan kertas yang sesuai dapat membantu memastikan pencatatan
yang akurat serta lengkap dari seluruh data transaksi yang relevan. Bentuk dan
isisnya harus sesederhana mungkin, meminimalkan kesalahan, dan memfasilitasi
tinjauan serta verifikasi.
6.
Pengamana Aset,
Catatan dan Data.
Sebuah perusahaan
harus melindungi kas dan aset fisik beserta informasinya. Para pegawai
merupakan risiko keamanan yang lebih besar dibandingkan orang luar. Mereka
mampu menyembunyikan tindakan ilegal karena mengetahui kelemahan sistem dengan
sangat baik. Selain itu, pegawai juga menyebabkan ancaman yang tidak disengaja,
seperti menghapus tanpa sengaja data perusahaan, membuka laporan e-mail yang sarat dengan virus, atau
mencoba memperbaiki perangkat keras atau lunak tanpa keahlian yang memadai.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk melakukan hal-hal berikut guna
mengamankan aset:
a.
Menciptakan dan menegakkan kebijakan dan prosedur yang tepat.
b.
Memelihara catatan akurat dari seluruh aset.
c.
Membatasi akses terhadap aset.
d.
Melindungi catatan dan dokumen.
7.
Pengecekan Kinerja
yang Independen.
Pengecekan kinerja
yang independen, dilakukan oleh
seseorang, tetapi bukan merupakan orang yang melakukan operasi aslinya. Hal ini
dilakukan guna memastikan bahwa transaksi diproses dengan tepat. Pengecekan ini
meliputi:
a.
Tinjauan Tingkat Atas.
b.
Tinjauan Analitis.
c.
Rekonsiliasi catatan-catatan yang dikelola secara independen.
d.
Perbandingan terhadap kuantitas aktual dengan jumlah dicatat.
e.
Akuntansi double-entry.
f.
Tinjauan Independen.
IX.
Informasi dan
Komunikasi
Sistem
informasi dan komunikasi haruslah memperoleh dan mempertukarkan informasi yang
dibutuhkan untuk mengatur, mengelola, dan mengendalikan operasi perusahaan. Komunikasi
harus dilakukan secara internal dan ekternal untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan guna menjalankan aktivitas pengendalian internal harian. Kerangka
Informasi Komunikasi yang diperbarui merinci bahwa tiga prinsip berikut berlaku
di dalam proses informasi dan komunikasi, yaitu:
1.
Mendapatkan atau menghasilkan informasi yang relevan dan
berkualitas tinggi untuk mendukung pengendalian internal.
2.
Mengkomunikasikan informasi secara internal, termasuk tujuan dan
tanggung jawab yang diperlukan untuk mendukung komponen-komponen lain dari
pengendalian internal.
3.
Mengkomunikasikan hal-hal pengendalian internal yang relevan
kepada pihak-pihak ekternal.
Kasus
Enron
dibentuk pada tahun 1985 oleh sebuah perusahaan “ Houston Natural Gas” dengan
“InterNorth” (penyalur gas alam melalui pipa), sebuah Perusahaan lain dalam
pemipaan minyak sebagai hasil merger yang diwajibkan oleh peraturan perundangan
Pemerintah federal Amerika. Pada tahun
1997 Enron membeli perusahaan pembangkit listrik “Portland General Electric
Corp” senilai $ 2 milyar. Sebelum tahun 1997 berakhir, manajemen mengubah
perusahaan tersebut menjadi “Enron Capital and Trade Resources” yang menjadi
perusahaan Amerika terbesar yang memperjualbelikan gas alam serta listrik.
Pendapatan meningkat drastis dari $ 2 milyar menjadi $ 7 milyar dengan karyawan
yang juga tumbuh dari 200 orang menjadi 2.000 orang.
Tidak
cukup dengan prestasi tersebut, Enron membentuk pula “Enron Online” (EOL) pada
bulan oktober 1999. EOL merupakan unit usaha Enron yang secara online
memasarkan produk energi secara elektronik lewat website. Dalam sekejap, EOL
berhasil melaksanakan transaksi senilai $ 335 milyar pada tahun 2000. Pada
Januari 2000, Enron mengumumkan sebuah rencana besar yang amat ambisius untuk
membangun jaringan elektronik broadbrand yang berkecepatan tinggi (high speed broadbrand) dengan kapasitas
jaringan penjualan brandwidth untuk melakukan penjualan gas serta listrik.
Enron membiayai ratusan juta dollar guna melaksanakan program ini, walaupun
keuntungannya belum nampak, namun harga saham Enron di Wall Street melonjak
menjadi $ 40, bahkan meningkat menjadi $ 90,56, sehingga Enron dinyatakan oleh
majalah Fortune maupun media lain sebagai “one of the most admired and
innovative companies in the world” (Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif)
selama enam tahun berturut-turut.
Enron menjadi sorotan masyarakat
luas pada akhir 2001, ketika terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang
dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi yang sistematis,
terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Operasinya di Eropa melaporkan
kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua hari kemudian, pada 2 Desember,
di AS Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11. Saat itu, kasus itu
merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai
kehilangan pekerjaan mereka. Tuntutan hukum terhadap para direktur Enron,
setelah skandal tersebut, sangat menonjol karena para direkturnya menyelesaikan
tuntutan tersebut dengan membayar sejumlah uang yang sangat besar secara
pribadi. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan dibubarkannya perusahaan
akuntansi Arthur Andersen, yang akibatnya dirasakan di kalangan dunia bisnis
yang lebih luas.
Enron
masih ada sekarang dan mengoperasikan segelintir aset penting dan membuat
persiapan-persiapan untuk penjualan atau spin-off sisa-sisa bisnisnya. Enron
muncul dari kebangkrutan pada November 2004 setelah salah satu kasus
kebangkrutan terbesar dan paling rumit dalam sejarah AS. Sejak itu, Enron
menjadi lambang populer dari penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan
secara sengaja. Jeffrey Skilling menjelaskan kebangkrutan Enron disebabkan
terganggunya proses bisnis akibat credit rating perusahaan menurun pada
November 2001. Hal ini dikarenakan sebagai perusahaan trading, membutuhkan
rating nilai investasi untuk melakukan perdagangan dengan perusahaan lain.
Tidak ada nilai yang baik, maka tidak akan ada perdagangan (Eiteman, dkk, 2007).
Terjadinya
penurunan nilai rating investasi perusahaan disebabkan hutangnya yang terlalu
besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian diklasifikasikan ulang sehingga
tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya sebesar $13
juta tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan
karena terdapat banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak
tercatat dalam neraca yang memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi ketidakcocokan
saat dilakukan konsolidasi ulang yang kemudian menyebabkan nilai ekuitas
perusahaan jatuh (Eiteman, dkk, 2007). Pada kasus Enron ini, lembaga-lembaga
eksternal juga ikut bertanggung jawab terjadinya kasus tersebut. Diantaranya:
1.
Auditor
Arthur Andersen
(satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) adalah kantor akuntan Enron.
Tugas dari Andersen adalah melakukan pemeriksaan dan memberikan kesaksian
apakah laporan keuangan Enron memenuhi GAAP (generally accepted accounting
practices). Andersen, disewa dan dibayar oleh Enron. Andersen juga menyediakan
konsultasi untuk Enron, dimana hal ini melebihi wewenang dari akuntan publik
umumnya. Selain itu Andersen mengalami konflik kepentingan akibat pembayaran
yang begitu besar dari Enron, $5 juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk
biaya konsultasi.
2.
Konsultan hukum
Konsultan hukum
Enron, khususnya Vinson & Elkins juga disewa oleh Enron. Konsultan hukum
ini bertanggungjawab untuk menyediakan opini hukum atas strategi, struktur, dan
legalitas umum atas semua yang dilakukan oleh Enron. Sama dengan Andersen, saat
ditanyakan mengapa tidak ikut menghalangi ide dan aktivitas ilegal Enron,
konsultan hukum ini menjelaskan bahwa Enron tidak memberikan informasi yang
lengkap, khususnya tentang kepemilikan di SPEs.
3.
Regulator
Enron sebagai
perusahaan yang melakukan perdagangan di pasar energi diawasi oleh Federal
Energy Regulatory Commission (FERC), akan tetapi FERC tidak melakukan
pengawasan secara mendalam. Hal ini dikarenakan Enron melakukan aktivitasnya
dalam perdagangan listrik tidak di satu negara, yaitu antar negara.
4. Pasar ekuitas
Sebagai
perusahaan publik, Enron diharuskan mengikuti peraturan dari SEC. Akan tetapi
dalam pengawasannya SEC, tidak melakukan investigasi secara mendalam atau
melakukan konfirmasi ulang terhadap Enron. SEC hanya mengandalkan pada
testimoni yang dibuat oleh lembaga lain seperti auditor perusahaan (Arthur
Andersen). Sedangkan NYSE mengharuskan Enron memenuhi peraturan perdagangan di
NYSE. Berbeda dengan SEC, NYSE tidak hanya melakukan verifikasi firsthand..
5.
Pasar hutang
Enron, seperti perusahaan lainnya menginginkan dan
membutuhkan sebuah nilai rating. Sehingga Enron membayar Standard & Poors
serta Moody’s untuk memberikan nilai rating. Rating ini dibutuhkan untuk
sekuritas hutang perusahaan yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar. Yang
menjadi masalah, perusahaan rating tersebut hanya melakukan analisis sebatas
pada data yang diberikan kepada mereka oleh Enron, operasional dan aktivitas
keuangan Enron. Terjadi perdebatan apakah perusahaan rating harus memeriksa
total hutang perusahaan atau tidak. Khususnya yang berkaitan dengan SPEs.
Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan menyebabkan timbulnya masalah
manajemen keuangan yang mendasar pada Enron. Pertumbuhan perusahaan membutuhkan
adanya modal eksternal. Tambahan modal dapat diperoleh dari hutang baru dan
ekuitas baru. Ken Lay dan Jeff Skilling, enggan untuk menerbitkan jumlah besar
dari ekuitas baru. Karena akan mendilusi laba dan jumlah saham yang dipegang
oleh pemegang saham. Pilihan menggunakan utang juga terbatas, dengan tingkat
utang yang tinggi menyebabkan rating Enron hanya sebesar BBB, tingkat rating
yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman, dkk, 2007). Andrew Fastow
bersama dengan asistennya membuat SPEs, alat yang digunakan dalam jasa
keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting, pertama; menjual aset-aset yang
bermasalah ke rekanan. Enron menghilangkan aset tersebut dari neraca,
mengurangi tekanan akibat utang dan menyembunyikan kinerja buruk investasi. Hal
ini dapat mendatangkan dana tambahan untuk membiayai kesempatan investasi baru.
Kedua; memperoleh pendapatan untuk memenuhi laba yang disyaratkan oleh Wall
Street.
SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam
bentuk saham tresuri, (2) ekuitas dalam bentuk minimum 3% dari aset yang
berasal dari pihak ketiga yang tidak berhubungan, (3) jumlah yang besar dari
utang bank. Modal ini berada pada sisi kanan neraca SPEs, akan tetapi pada sisi
kiri modal digunakan untuk membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan harga
saham SPEs berkaitan dengan harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham
Enron ter-apresiasi. Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham
Enron ter-depresiasi (Eiteman, dkk, 2007). Menurunnya harga saham Enron hingga
$47 per lembar saham pada bulan Juli 2001, menyebabkan investor curiga. Hal ini
menyebabkan Sherron Watkins, wakil presiden Enron mencoba memperingatkan
Kenneth Lay dengan membawa 6 lembar surat yang menjelaskan proses akuntan yang
tidak wajar sehubungan dengan SPEs dan memperingatkan akan kecurangan proses
akuntan. Akan tetapi peringatan Sherron Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay,
sehingga terjadilah tsunami di Enron. Harga sahamnya jatuh hingga tersisa $1
per lembar saham yang menyebabkan Enron bangkrut (Velasquez, 2006).Pada Bulan
Februari 2002, Sherron Watkins dipanggil oleh DPR untuk menjelaskan skandal
Enron, tentang aktivitas akuntansi perusahaan. Kemudian Sherron Watkins
menjelaskan semua permasalahan tersebut, dan menyebabkan dirinya dijuluki
sebagai courageous whistleblower (Velasquez, 2006).
Runtuhnya
Enron
Enron Corporation adalah “pencakar
langit” dalam dunia bisnis Amerika, sama seperti Gedung World Trade Center yang
menjulang tinggi di kota New York. Mirip Tragedi WTC, Enron menguap jadi debu
saat perusahaan itu menyatakan diri bangkrut pada 30 November 2001 lalu,
kebangkrutan terbesar dalam sejarah bisnis Amerika sepanjang masa. Enron
dipandang sukses menyulap diri dari sekadar perusahaan pipanisasi gas alam di
Negara Bagian Texas pada 1985 menjadi raksasa global dalam beberapa tahun
terakhir. Dia membeli perusahaan air minum di Inggris dan membangun pembangkit
listrik swasta di India. Konsep bisnisnya yang visioner dan futuristik membuat
dia menjadi anak emas di lantai bursa Wall Street. Harga sahamnya terus
meroket.
Akhir
1999, Enron meluncurkan EnronOnline yang dianggap akan mengubah wajah bisnis
energi masa depan. Memanfaatkan Internet, divisi e-commerce itu membeli gas,
air minum dan tenaga listrik dari produsen dan menjualnya kepada pelanggan atau
distributor besar. Enron bahkan memperluas wilayah, membangun jaringan
telekomunikasi berkecepatan tinggi serta bertekad menjual bandwidth jaringan
itu seperti dia menjual gas dan listrik. Setelah itu mungkin dia akan jual-beli
online untuk kertas daur ulang pabrik miliknya. Tak lama setelah dia memasuki
bisnis jasa video-on-demand dimana menjual tayangan video kepada pelanggan via
sambungan internet kecepatan tinggi, harga saham Enron mencapai puncaknya, US$
90 per lembar, pada Agustus 2000. Meski kemudian merosot bersama jatuhnya
saham-saham teknologi dan internet lain, nilai pasar Enron masih berkisar US$
60 milyar.
Pada
Oktober 2001 Enron menjatuhkan bom di Wall Street dengan melaporkan kerugian
ratusan juta dolar pada kwartal itu. Sangat mengejutkan karena Enron hampir
selalu membawa berita gembira ke lantai bursa dengan melaporkan keuntungan
selama empat tahun berturut-turut. Kabar buruk itu membanting harga saham Enron
dari sekitar US$ 30 menjadi US$ 10 per lembar, hanya dalam hitungan hari. Securities
Exchange Commission (SEC), badan pengawas pasar modal, membaui ada yang tidak
beres dan mulai menggelar penyidikan. Dalam kondisi terdesak, Enron menjatuhkan
bom lebih dahsyat lagi ke lantai bursa ketika pada 8 November 2001 mengakui
bahwa keuntungannya selama ini adalah fiksi belaka. Enron merevisi laporan
keuangan lima tahun terakhir dan membukukan kerugian US$ 586 juta serta
tambahan catatan utang sebesar US$ 2,5 miliar.
Namun,
pada akhir November 2001, Enron sedikit bisa bernafas lega ketika Dynegy Inc,
pesaingnya yang jauh lebih kecil, berniat membeli sahamnya dalam sebuah
kesepakatan merger. Harapan itu tak berumur lama. Dynegy mundur setelah Enron
makin kehilangan kepercayaan investor dan rating kreditnya jatuh ke titik
terendah-berstatus “junk-bond”. Ketika tak kurang seperempat milyar lembar
sahamnya dipertukarkan di lantai bursa, harga Enron meluncur ke dasar jurang.
Saham Enron yang pada Agustus 2000 masih berharga US$ 90 per lembar,
terjerembab jatuh hingga tidak lebih dari US$ 45 sen. Akhirnya pada tanggal 2
Desember 2001 Enron menyerah dan mengajukan petisi bangkrut. Kejatuhan Enron
ternyata mengundang tanya dan rasa curiga yang besar bagi kalangan publik.
Dalam proses pengusutan sebab-sebab kebangkrutannya, belakangan Enron dicurigai
telah melakukan praktek window dressing. Manajemen Enron telah menggelembungkan
(mark up) pendapatannya US$ 600 juta, dan menyembunyikan utangnya sejumlah US$
1,2 milliar. Manipulasi ini telah berlangsung bertahun-tahun, sampai Sherron
Watskin, salah satu eksekutif Enron yang tak tahan lagi terlibat dalam
manipulasi itu, mulai “berteriak” melaporkan praktek tidak terpuji itu.
Keberanian Watskin inilah yang membuat semuanya menjadi terbuka.
Sejak
akhir tahun 2000, ketika harga saham Enron di posisi puncak, para eksekutif
menjual saham yang mereka miliki dengan total nilai US$ 1,1 milyar. Selama
empat tahun terakhir, Kenneth L. Lay, presiden komisaris sekaligus direktur
Enron diperkirakan meraup untung US$ 205 juta dari penjualan sahamnya. Dalam
kurun yang sama dia membujuk karyawan dan investor untuk membeli saham Enron,
antara lain dengan iming-iming laporan keuangan yang menjanjikan tapi palsu.
Bahkan pada 26 September 2001, ketika harga saham jatuh menjadi US$ 25 per
lembar, Ken Lay masih mencoba menghibur karyawan untuk tidak menjualnya,
sebaliknya membujuk mereka membeli. Dalam e-mail yang dikirimkan kepada para
karyawan yang risau, dia mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat secara
keuangan dan bahwa harga saham Enron “luar biasa murah” dalam posisi itu. Namun,
hanya beberapa pekan kemudian, Enron melaporkan kerugian yang bermuara pada
kebangkrutannya. Para karyawan tak bisa menjual saham mereka sampai semuanya
sudah terlambat, Enron kehilangan nilai sama sekali.
Proses
pengusutan juga membuahkan suatu penemuan yang menarik, yaitu kisah pemusnahan
ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron
oleh petinggi di firma audit Arthur Andersen. Pada tanggal 12 Oktober 2001
Arthur Andersen menerima perintah dari para pengacara Enron untuk memusnahkan
seluruh materi audit, kecuali berkas-berkas yang paling dasar. Kini, Arthur
Andersen menghadapi berbagai tuntutan di pengadilan. Diperkirakan tak kurang
dari $ 32 miliar harus disediakan Arthur Andersen untuk dibayarkan kepada para
pemegang saham Enron yang merasa dirugikan karena auditnya yang tidak becus.
Ratusan mantan karyawan yang marah juga sudah melayangkan gugatan kepada
Andersen. Di luar itu, otoritas pasar modal dan hukum Amerika Serikat pasti
akan memberi sanksi berat jika tuduhan malapraktek itu terbukti. Belakangan,
salah satu mantan petinggi Enron, Cliff Baxter tewas bunuh diri karena tak
tahan menghadapi tekanan bertubi-tubi. Selain penghancuran dokumen, terungkap
pula adanya kemitraan Enron dengan perusahaan “kosong”, seperti Chewco dan
JEDI. Perusahaan dengan nama yang terkesan main-main (Chewco dan JEDI adalah
karakter dalam Star Wars) ini membuat para eksekutif Enron yang mengemudikannya
kaya raya, dan Enron membuat pembukuan off balance sheet atas kerugian ratusan
juta dolar sehingga tersembunyi dari mata investor dan pihak lain. Komplikasi
skandal ini bertambah, karena belakangan diketahui banyak sekali pejabat tinggi
gedung putih dan politisi di Senat Amerika Serikat yang pernah menerima kucuran
dana politik dari perusahaan ini. Tujuh puluh persen senator, baik dari Partai
Republik maupun Partai Demokrat, pernah menerima dana politik.
Menurut Center for Responsive
Politics, Lay dan istrinya, Linda, menyumbang 86.470 dollar AS ke Partai
Republik. Perusahaan Enron dan karyawannya menyumbang 3 juta dollar AS kepada
Partai Republik periode 1998-2002 dan 1,1 juta dollar AS untuk Demokrat. Dalam
Komite yang membidangi energi, 19 dari 23 anggotanya juga termasuk yang
menerima sumbangan dari perusahaan itu. Sementara itu, tercatat 35 pejabat
penting pemerintahan George W. Bush merupakan pemegang saham Enron yang telah
lama merupakan perusahaan publik. Dalam daftar perusahaan penyumbang dana
politik, Enron tercatat menempati peringkat ke-36, dan penyumbang peringkat
ke-12 dalam penggalangan dana kampanye Bush. Lembaga bernama The Center for
Public Integrity menyatakan Lay telah menyumbang 139.500 dollar AS untuk
kampanye politik George W Bush selama bertahun-tahun. Sumbangan Lay itu adalah
bagian dari 602.000 dollar AS sumbangan karyawan Enron atas berbagai kampanye
politik Bush. Selain itu, Lay dan istrinya menyumbang 100.000 dollar AS ketika
Bush dilantik sebagai Presiden AS pada tahun 2001. Penulis dan aktivis
demokrasi di AS, Greg Palast, mengungkapkan bahwa George Bush pernah menempatkan
Pat Wood (orang kepercayaan Lay) sebagai pihak yang ditugasi meneliti
kecurangan Enron. Hasilnya, Pat Wood tidak melakukan apa pun. Palast
menambahkan, Enron pernah menggunakan sekitar 500.000 dollar AS dana pensiunan
milik Negara Bagian Florida. Dana-dana itu sudah lenyap dari catatan pembukuan
Enron. Semua itu bisa terjadi karena Jeb Bush (adik George Bush) adalah
Gubernur Negara Bagian Florida. Akibat pertalian semacam itu, banyak orang
curiga pemerintahan Bush dan para politisi telah dan akan memberikan perlakuan
istimewa, baik dalam bisnis Enron selama ini maupun dalam proses penyelamatan
perusahaan itu.
Dampak
Keruntuhan Enron
Keruntuhan
perusahaan energi Enron cukup banyak berdampak bagi dunia bisnis internasional.
Akibat kebangkrutan Enron pada tahun 2001 sedikitnya 4.000 karyawan kehilangan
pekerjaan. Kolapsnya Enron juga mengguncang neraca keuangan para kreditornya
yang telah mengucurkan milyaran dolar (JP Morgan Chase dan Citigroup adalah dua
kreditor terbesarnya). Para karyawan Enron dan investor kecil-kecilan juga
dirugikan karena simpanan hari tua mereka yang musnah. Sebagian besar dana
pensiun dan tabungan 20.000 karyawan Enron terikat dalam saham yang kini tanpa
nilai. Banyak lembaga keuangan internasional juga ikut menderita kerugian akibat
bangkrutnya Enron, sehingga membuat mereka semakin berhati-hati dalam membidik
peluang investasi. Perusahaan-perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di pasar
modal diharuskan memenuhi persyaratan pembeberan (disclosure) yang luar biasa
ketat. Kasus Enron juga melatarbelakangi munculnya Sarbanes Oxley. Sarbanes
Oxley adalah nama lain dari undang-undang reformasi perlindungan investor (The
Company Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002) yang
ditandatangani George Bush bulan Juli tahun 2002 lalu. Banyak yang menyebutkan
bahwa undang-undang ini adalah reaksi keras regulator AS terhadap kasus Enron
pada akhir tahun 2001. Inti utama dari undang-undang ini adalah upaya untuk
lebih meningkatkan pertanggungjawaban keuangan perusahaan publik (good corporate
governance). Undang-undang ini berpengaruh signifikan terhadap manajemen
perusahaan publik, akuntan publik (auditor), dan pengacara yang berparaktek di
pasar modal.
Mengingat sifatnya yang sangat
ketat dan berdampak luas, undang-undang ini terbilang kontroversial dan menjadi
polemik hingga sekarang. Arthur Andersen LLP (member di Amerika Serikat) yang
dianggap ikut bersalah dalam kebangkrutan Enron juga terkena imbasnya. Member
Arthur Andersen di beberapa negara seperti, Jepang dan Thailand, telah membuat
kesepakatan merger dengan KPMG, Australia dan Selandia Baru dengan Ernst &
Young, dan Spanyol dengan Deloitte Touche Tohmatsu. Di Amerika sendiri,
aktivitas seluruh member Andersen dibekukan pemerintah. Akibatnya, menurut
Asian Wall Street Journal klien-klien Andersen LLP beralih ke berbagai auditor.
Antara lain Delotte and Touche (10 persen), KPMG (11 persen),
PriceWaterhouseCooper (20 persen), dan Ernst & Young (28 persen). Dan yang
berpindah ke auditor-auditor kecil lainnya atau mengaku belum tahu berpindah
kemana sebanyak 40 persen. Masih banyak lagi hal-hal yang dipengaruhi oleh
keruntuhan Enron, seperti munculnya trauma dalam bursa saham terhadap efek
domino skandal Enron. Hal ini membuat para investor mengurangi aktivitasnya di
bursa saham sehingga gairah bursa dunia menjadi lesu.
Pertanyaan: Bagaimana
pembahasan Kasus Enron dengan menggunakan Pendekatan COSO?
Jawaban:
Meningkatnya perhatian terhadap pengendalian intern,
manajemen risiko, dan good
governance tersebut
direspons oleh The Committee
of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) dengan menerbitkan Enterprise Risk Management (“ERM”)
– Integrated Framework pada
bulan September 2004. ERM
versi COSO terdiri dari komponen yang
saling terkait. Komponen-komponen tersebut dalam kasus Enron dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1.
Internal Environment (Lingkungan
Internal)
Dalam kasus Enron,
terdapat ketidakdisiplinan yang mencakup integritas dan nilai etika,
berfungsinya auditor dan pemberian wewenang dan tanggung jawab yang disalah
gunakan. Hal ini mencakup tindakan manipulasi dan window dressing yang melanggar
integritas serta nilai etika, fungsi auditor yang seharusnya sebagai pemeriksa
agar perusahaan menjalankan kewajiban dengan benar tetapi faktanya bertindak
sebaliknya dengan membantu tindakan penipuan yang dilakukan serta beberapa
pihak terkait lainnya seperti konsultan hukum dan pasar sekuritas demi
kepentingan pribadi. Hal ini menciptakan lingkungan pengendalian internal yang
lemah dan rentan untuk terjadinya fraud.
2. Risk Assessment (Penilaian Resiko)
Event
|
Impact Scale
(Dampak)
|
Likelihood
(Kecenderungan)
|
Vulnerability
(Tingkat Kerentanan)
|
Velocity
(Kecepatan)
|
Manipulasi kondisi
keuangan perusahaan
|
5
|
5
|
5
|
5
|
Menghapus data tersimpan yang
berisi perdagangan harian.
|
5
|
4
|
5
|
4
|
Praktik
penipuan didukung pihak-pihak pemerintahan
|
5
|
5
|
5
|
5
|
Menciptakan
Lingkungan yang kondusif untuk praktik penipuan secara global
|
5
|
5
|
5
|
5
|
3.
Aktivitas
Pengendalian (Control Activities)
Ketidaksesuaian
antara kebijakan, prosedur dan praktek yang dilakukan oleh Enron terbilang
sangat besar. Demi mencapai kepentingan pribadi perusahaan Enron mengabaikan
prosedur pengendalian secara patuh, serta tidak mengikuti peraturan dalam
bidang sekuritas yang diatur dan diawasi oleh SEC. Selain itu, pelanggaran
prosedur dalam melaporkan kondisi keuangan perusahaan yang tidak komplit, bisa
dipertanggungjawabkan, dan tidak akurat. Tindak pelanggaran yang dilakukan pun
terjadi bertahun-tahun sampai akhirnya da pengungkapan dari salah satu pihak
eksekutif yang tidak tahan untuk melanjutkan tindakan tidak beretika dan tidak
berintegritas dari perusahaan.
4. Informasi dan Komunikasi (Communication and Information)
Dalam komponen pengendalian ini, perusahaan melakukan
pelanggaran terhadap keakuratan dari laporan-laporan yang dihasilkan.
Perusahaan pun tidak melaporkan sesuai ketentuan dan hukum yang ada. Dari hal
ini, mencerminkan ketidakpatuhan perusahaan dan melakukan praktik pengendalian
yang tidak sesuai.
5. Pengawasan (Monitoring)
Dalam pencapaian tujuan perusahaan seharusnya didukung
dengan tindakan monitoring dari pihak manajemen agar proses bisnis sesuai
dengan ketentuan yang ada dalam mencapai tujuan perusahaan. Dalam kasus Enron,
pihak manajemen tidak melakukan monitoring untuk menjaga mutu pengendalian
internal yang baik. Enron pun menyuruh pihak auditor dari Andersen untuk
membantu tindakan manipulasi yang dilakukan perusahaan. Hal tersebut,
mencerminkan cakupan pemantauan personil menjadi tidak tepat dan tidak dapat
dipercaya.
DIMENSI
LAIN KERANGKA KERJA PENGENDALIAN INTERNAL COSO
Terdapat beberapa dimensi yang tidak dicapai oleh Enron
dalam kerangka kerja pengendalian internal COSO, yaitu:
1. Pelaporan
keuangan yang dapat dipercaya.
2. Mematuhi
hukum dan peraturan yang berlaku.
3. Operasi
secara efektif dan efisien.
Daftar Pustaka
M.B. Romneyand, and P.J. Steinbart. (2012). Accounting Information Systems 12th
edition Prentice Hall.
Committee of Sponsoring Organizations (COSO). Enterprise Risk Management-Integrated
Framework. Sep 2004. (ERM-IF)
Committee of Sponsoring Organizations (COSO). ERM Risk Assessment in Practice. Oct
2012. (ERM).
Information System Audit and Control
Association (ISACA). COBIT 5: A Business Framework for the Governance and
Management of Enterprise IT. 2012 (COBIT 5).
Komentar
Posting Komentar