KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)
KETENTUAN UMUM DAN TATA
CARA PERPAJAKAN (KUP)
A.
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” adalah UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 tahun 1994, dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007. Undang-undang tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” dilandasi falsafah Pancasila dan UUD 1945. UU No. 28 tahun 2007 pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak, wewenang dan kewajiban aparat pemungut pajak, serta sanksi perpajakan.
Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang, menyetornya, serta melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak tersebut, sedangkan fungsi Direktorat Jenderal pajak adalah melakukan pengawasan atas sistem self assesment tersebut agar Wajib Pajak melaksanakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Penghitungan pajak yang terutang diatur dalam undang-undang material perpajakan sebagaimana tersebut dalam UU PPh dan UU PPN. Sementara itu pendaftaran, penyetoran, dan pelaporan pajak, serta wewenang Direktorat Jenderal pajak diatur dalam undang-undang formal perpajakan sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), yang mengatur tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak serta wewenang Direktorat Jenderal Pajak, termasuk sanksi perpajakan apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan
B. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK
1. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan oleh direktur jendral pajak kepada wajib pajak sebagai suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakanya .Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak.Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang dimilikinya.Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
C. SURAT PEMBERITAHUAN
a. Pengertian Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. KUP:pasal 1, angka 11.
b. Fungsi SPT
1. Fungsi SPT bagi wajib pajak PPh:
a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilakukan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak;
c. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilakukan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak;
2. Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak :
a. Sabagai sarana untuk malaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya
3. Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak
a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPn-BM yang seharusnya terutang;
b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
c. Kewajiban terhadap SPT
• Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. KUP : Pasal 3 ayat (1)
• Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
• Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
• Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan.
• Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan.
d. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
D. TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
a. Kewajiban Membayar Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:
I. Membayar sendiri pajak yang terutang:
Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)Ø
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).§
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal.
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT).§
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan.
Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%
di atas Rp 500.000.000,- 30%
b. Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.
Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
c. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini adalah:
Pemberi penghasilan;
Pemberi kerja; atau
Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.
Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yangdapat dilakukan dengan caramenggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.
Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah(kuitansi) di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-.
b. Pemotongan / Pemungutan Pajak
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Untuk subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungutan pajak.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM. Penjelasan lebih lanjut dari masing-masing pajak tersebut adalah sebagai berikut:
a. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja.Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya.Wajib Pajak perseorangan dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Selain diwajibkan memotong PPh Pasal 21, Wajib Pajak perseorangan bisa juga dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterimanya.
b. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 ini antara lain adalah:
Pemungutan PPh atas pembelian barang oleh instansi Pemerintah;
Pemungutan PPh atas kegiatan impor barang;
Pemungutan PPh atas produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif;
Pemungutan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul;
Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah
Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.
c. PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT.
Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 23 atas jasa tertentu (jasa service mesin atau komputer) yang pemotongannya dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
d. PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri.
Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 26 atas penghasilan tertentu (royalty) yang dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
e. PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya.
Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
f. PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus.
g. PPN dan PPnBM adalah pemungutan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau Pemungutan yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah) atas pengkonsumsian barang dan/atau jasa kena pajak.
b. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetora pajak yang terhutang dengan mengguanakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. KUP : Pasal 10 ayat (1)
Tempat pembayaran tersebut adalah:
a. Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral anggaran;
b. Kantor pos.
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Undang-Undang Perpajakan untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.
• Batas Waktu Pembayaran
Batas waktu pembayaran atau penyetoran diatur sebagai berikut :
• Batas Waktu Pembayaran Masa:
No. Jenis Pajak Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran
1 PPh pasal 21 Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir
2 PPh pasal 21-impor Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Apabila Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman impor
3 PPh pasal 22-Direktorat Jendral Bea dan Cukai 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
4 PPh pasal 22- Bendaharawan Pemerintah Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
5 PPh pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina Dilunasi sendiri oleh wajib pajak sebelum Suart Pemerintah Pengeluaran Barang (deliveryn order) ditebus
6 PPh pasal 22 yang dipungut oleh badan tertentu Paling lambat tanbggal 10 bulan takwim berikutnya
7 PPh pasal 23 dan 26 Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
8 PPh pasal 25 Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
9 PPN dan PPn-Bm Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir
10 PPN dan PPn-Bm impor Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Apabila Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman impor
11 PPN dan PPn-Bm Direktorat Jendral Bea dan Cukai 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
12 PPN dan PPn-Bm Bendaharawan Paling lambat tanggal 7 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir
E. SURAT KETETAPAN PAJAK ( SKP )
Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (skp) hanya terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Fungsi Surat Ketetapan Pajak Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
a) Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b) Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c) Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d) Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar e.Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Jenis-Jenis Ketetapan Pajak
a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
e) Surat Tagihan Pajak (STP) Adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan dalam hal : - Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
- Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan atau salah hitung;
- WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
- Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undangundang PPN, tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; - Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak,
- Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
- Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak dikeani sanksi.
- Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan diwajibkan membayar kembali.
F. PENAGIHAN PAJAK
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan pajak. Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan Pajak(STP), atau Surat Ketetapan Pajak (skp), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar hutang pajaknya.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya.
3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatifdalam membayar hutang pajaknya.
G. KEBERATAN DAN BANDING
Keberatan yaitu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
1. Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga.
2. Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
c. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
3. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
a. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos ( harus dengan pos tercatat ), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
1. Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan banding. kepada badan peradilan pajak, dengan syarat:
a. Tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
c. Alasan yang jelas.
d. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
Pengajuan permohonan Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
2. Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada bpp terhadap :
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP;
4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
H. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
a. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
1. Wajib Pajak (WP) Badan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
b. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
c. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
d. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan
1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
e.Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk mempermudah:
1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
f. Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
I. PEMERIKSAAN
Direktorat pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajaan wajib Pajak dan ujuan antara lain:
1. Pemberian nomr Pokok Wajib Pajak
2. Penghapusan nomr Pokok Wajib Pajak
3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
4. Wajib pajak mengajukan keberatan
5. Pengumpulan bahan guna penyususnan Norma Penghitungan Penghaskan Netto
6. Pencocokan data atau alat ketetrangan
7. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
8. Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra perjanjian penghindaran pajak Berganda
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
J. PENYIDIKAN DAN SANKSI
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk Mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti imembuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Direktoral Jendral Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana dibidang perpajakan.
Tindak pidana dibidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak.Kealpaan adalah Wajik Pajak Alpa tidak menyampaiakn SPT atau menyampaiakn SPT tetapi isinya tidak benar atatu tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja lalai tidak hati-hati atau kurang menindahkan kewajibanya . Kriteria kesengajaan adalah :
1. Tidak mendaftarkan diri atau penyalahgunaan NPWP atau NPPKP
2. Tidak menyampaikan SPT
3. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidk lengkap
4. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
5. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu
6. Tidak menyelenggaraka pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku catatan atau dokumen lainya atau
7. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.
SANKSI PERPAJAKAN
Dikenal 2 macam sanksi :
1. Sanksi Administrasi : Pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Seperti Bunga 2% per tahun, Denda administrasi dsb.
2. Sanksi Pidana : Siksaan/Penderitaan merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Seperti denda pidana, kurungan, dan penjara.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Berdasarkan pemeriksaan, jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.Sanksi administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat taguhan pajak berdasrakan UU No 28 tahun 2007 tentangKetentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
Tabel sanksi administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak disajikan dalam uraian dibawah ini.
Sanksi denda:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1 7 (1) SPT Terlambat disampaikan :
a. Masa Rp100.000 atau Rp500.000 Per SPT
b. Tahunan Rp100.000 atau Rp 1.000.000 Per SPT
2 8 (3) Pembetulan sendiri dan belum disidik 150% Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3 14 (4) pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; 2% Dari DPP
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap 2% Dari DPP
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak 2% Dari DPP
Sanksi bunga:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1. 8 (2 dan 2a) Pembetulan SPT Masa dan Tahunan 2% Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2. 9 (2a dan 2b) Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan 2% Per bulan, dari jumlah pajak terutang
3. 13 (2) Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB 2% Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4. 13 (5) SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya 48% Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5. 14 (3) a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
b. SPT kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
14 (5) PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
6. 15 (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya 48% Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7. 19 (1) SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar 2% Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8. 19 (2) Mengangsur atau menunda 2% Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9. 19 (3) Kekurangan pajak akibat penundaan SPT 2% Atas kekurangan pembayaran pajak
Sanksi kenaikan:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1. 8 (5) Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP 50% Dari pajak yang kurang dibayar
2. 13 (3) Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar 50% Dari PPh yang tidak/ kurang dibayar
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan 100% Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar 100% Dari PPN/ PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
3. 15 (2) Kekurangan pajak pada SKPKBT 100% Dari jumlah kekurangan pajak tersebut
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” adalah UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 tahun 1994, dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007. Undang-undang tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” dilandasi falsafah Pancasila dan UUD 1945. UU No. 28 tahun 2007 pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak, wewenang dan kewajiban aparat pemungut pajak, serta sanksi perpajakan.
Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang, menyetornya, serta melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak tersebut, sedangkan fungsi Direktorat Jenderal pajak adalah melakukan pengawasan atas sistem self assesment tersebut agar Wajib Pajak melaksanakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Penghitungan pajak yang terutang diatur dalam undang-undang material perpajakan sebagaimana tersebut dalam UU PPh dan UU PPN. Sementara itu pendaftaran, penyetoran, dan pelaporan pajak, serta wewenang Direktorat Jenderal pajak diatur dalam undang-undang formal perpajakan sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), yang mengatur tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak serta wewenang Direktorat Jenderal Pajak, termasuk sanksi perpajakan apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan
B. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK
1. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan oleh direktur jendral pajak kepada wajib pajak sebagai suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakanya .Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak.Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang dimilikinya.Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
C. SURAT PEMBERITAHUAN
a. Pengertian Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. KUP:pasal 1, angka 11.
b. Fungsi SPT
1. Fungsi SPT bagi wajib pajak PPh:
a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilakukan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak;
c. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilakukan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak;
2. Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak :
a. Sabagai sarana untuk malaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya
3. Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak
a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPn-BM yang seharusnya terutang;
b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
c. Kewajiban terhadap SPT
• Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. KUP : Pasal 3 ayat (1)
• Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
• Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
• Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan.
• Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan.
d. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
D. TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
a. Kewajiban Membayar Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:
I. Membayar sendiri pajak yang terutang:
Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)Ø
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).§
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal.
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT).§
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan.
Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%
di atas Rp 500.000.000,- 30%
b. Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.
Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
c. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini adalah:
Pemberi penghasilan;
Pemberi kerja; atau
Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.
Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yangdapat dilakukan dengan caramenggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.
Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah(kuitansi) di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-.
b. Pemotongan / Pemungutan Pajak
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Untuk subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungutan pajak.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM. Penjelasan lebih lanjut dari masing-masing pajak tersebut adalah sebagai berikut:
a. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja.Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya.Wajib Pajak perseorangan dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Selain diwajibkan memotong PPh Pasal 21, Wajib Pajak perseorangan bisa juga dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterimanya.
b. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 ini antara lain adalah:
Pemungutan PPh atas pembelian barang oleh instansi Pemerintah;
Pemungutan PPh atas kegiatan impor barang;
Pemungutan PPh atas produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif;
Pemungutan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul;
Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah
Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.
c. PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT.
Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 23 atas jasa tertentu (jasa service mesin atau komputer) yang pemotongannya dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
d. PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri.
Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 26 atas penghasilan tertentu (royalty) yang dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
e. PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya.
Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
f. PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus.
g. PPN dan PPnBM adalah pemungutan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau Pemungutan yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah) atas pengkonsumsian barang dan/atau jasa kena pajak.
b. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetora pajak yang terhutang dengan mengguanakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. KUP : Pasal 10 ayat (1)
Tempat pembayaran tersebut adalah:
a. Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral anggaran;
b. Kantor pos.
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Undang-Undang Perpajakan untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.
• Batas Waktu Pembayaran
Batas waktu pembayaran atau penyetoran diatur sebagai berikut :
• Batas Waktu Pembayaran Masa:
No. Jenis Pajak Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran
1 PPh pasal 21 Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir
2 PPh pasal 21-impor Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Apabila Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman impor
3 PPh pasal 22-Direktorat Jendral Bea dan Cukai 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
4 PPh pasal 22- Bendaharawan Pemerintah Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
5 PPh pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina Dilunasi sendiri oleh wajib pajak sebelum Suart Pemerintah Pengeluaran Barang (deliveryn order) ditebus
6 PPh pasal 22 yang dipungut oleh badan tertentu Paling lambat tanbggal 10 bulan takwim berikutnya
7 PPh pasal 23 dan 26 Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
8 PPh pasal 25 Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
9 PPN dan PPn-Bm Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir
10 PPN dan PPn-Bm impor Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Apabila Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman impor
11 PPN dan PPn-Bm Direktorat Jendral Bea dan Cukai 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
12 PPN dan PPn-Bm Bendaharawan Paling lambat tanggal 7 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir
E. SURAT KETETAPAN PAJAK ( SKP )
Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (skp) hanya terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Fungsi Surat Ketetapan Pajak Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
a) Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b) Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c) Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d) Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar e.Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Jenis-Jenis Ketetapan Pajak
a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
e) Surat Tagihan Pajak (STP) Adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan dalam hal : - Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
- Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan atau salah hitung;
- WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
- Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undangundang PPN, tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; - Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak,
- Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
- Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak dikeani sanksi.
- Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan diwajibkan membayar kembali.
F. PENAGIHAN PAJAK
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan pajak. Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan Pajak(STP), atau Surat Ketetapan Pajak (skp), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar hutang pajaknya.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya.
3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatifdalam membayar hutang pajaknya.
G. KEBERATAN DAN BANDING
Keberatan yaitu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
1. Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga.
2. Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
c. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
3. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
a. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos ( harus dengan pos tercatat ), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
1. Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan banding. kepada badan peradilan pajak, dengan syarat:
a. Tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
c. Alasan yang jelas.
d. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
Pengajuan permohonan Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
2. Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada bpp terhadap :
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP;
4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
H. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
a. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
1. Wajib Pajak (WP) Badan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
b. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
c. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
d. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan
1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
e.Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk mempermudah:
1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
f. Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
I. PEMERIKSAAN
Direktorat pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajaan wajib Pajak dan ujuan antara lain:
1. Pemberian nomr Pokok Wajib Pajak
2. Penghapusan nomr Pokok Wajib Pajak
3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
4. Wajib pajak mengajukan keberatan
5. Pengumpulan bahan guna penyususnan Norma Penghitungan Penghaskan Netto
6. Pencocokan data atau alat ketetrangan
7. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
8. Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra perjanjian penghindaran pajak Berganda
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
J. PENYIDIKAN DAN SANKSI
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk Mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti imembuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Direktoral Jendral Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana dibidang perpajakan.
Tindak pidana dibidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak.Kealpaan adalah Wajik Pajak Alpa tidak menyampaiakn SPT atau menyampaiakn SPT tetapi isinya tidak benar atatu tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja lalai tidak hati-hati atau kurang menindahkan kewajibanya . Kriteria kesengajaan adalah :
1. Tidak mendaftarkan diri atau penyalahgunaan NPWP atau NPPKP
2. Tidak menyampaikan SPT
3. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidk lengkap
4. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
5. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu
6. Tidak menyelenggaraka pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku catatan atau dokumen lainya atau
7. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.
SANKSI PERPAJAKAN
Dikenal 2 macam sanksi :
1. Sanksi Administrasi : Pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Seperti Bunga 2% per tahun, Denda administrasi dsb.
2. Sanksi Pidana : Siksaan/Penderitaan merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Seperti denda pidana, kurungan, dan penjara.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Berdasarkan pemeriksaan, jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.Sanksi administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat taguhan pajak berdasrakan UU No 28 tahun 2007 tentangKetentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
Tabel sanksi administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak disajikan dalam uraian dibawah ini.
Sanksi denda:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1 7 (1) SPT Terlambat disampaikan :
a. Masa Rp100.000 atau Rp500.000 Per SPT
b. Tahunan Rp100.000 atau Rp 1.000.000 Per SPT
2 8 (3) Pembetulan sendiri dan belum disidik 150% Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3 14 (4) pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; 2% Dari DPP
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap 2% Dari DPP
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak 2% Dari DPP
Sanksi bunga:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1. 8 (2 dan 2a) Pembetulan SPT Masa dan Tahunan 2% Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2. 9 (2a dan 2b) Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan 2% Per bulan, dari jumlah pajak terutang
3. 13 (2) Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB 2% Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4. 13 (5) SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya 48% Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5. 14 (3) a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
b. SPT kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
14 (5) PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
6. 15 (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya 48% Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7. 19 (1) SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar 2% Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8. 19 (2) Mengangsur atau menunda 2% Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9. 19 (3) Kekurangan pajak akibat penundaan SPT 2% Atas kekurangan pembayaran pajak
Sanksi kenaikan:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1. 8 (5) Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP 50% Dari pajak yang kurang dibayar
2. 13 (3) Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar 50% Dari PPh yang tidak/ kurang dibayar
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan 100% Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar 100% Dari PPN/ PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
3. 15 (2) Kekurangan pajak pada SKPKBT 100% Dari jumlah kekurangan pajak tersebut
I. SURAT KETETAPAN PAJAK
Surat
ketetapan pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB).
1. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
a. Penerbitan
SKPKB
SKPKB dapat
diterbitkan apabila:
· berdasarkan
hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang
dibayar;
· Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran;
· berdasarkan
hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan, selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%;
· kewajiban
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat
diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
· kepada Wajib
Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak secara jabatan.
SKPKB hanya dapat diterbitkan terhadap Wajib Pajak
yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi
kewajiban formal dan/atau kewajiban meterial. Keterangan lain tersebut adalah
data kongkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jendral Pajak, antara
lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan Pajak
Penghasilan.
b. Sanksi
Administrasi
· Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2a dan 2e,
maka jumlah kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan, dihitung sejak saat terutangnnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
· Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2b, 2c,
dan 2d maka dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
o 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun
Pajak.
o 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut,tidak atau kurang di setor, dan dipotong atau dipungut tetapi
tidak atau kurang disetorkan.
o 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
c. Fungsi SKPKB
· Koreksi atas jumlah yang terutang
menurut SPT-nya.
· Sarana untuk mengenakan sanksi.
· Alat untuk menagih pajak.
d. Jangka
Waktu Penerbita SKPKB
Dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jendral Pajak dapat
menerbitkan SKPKB.
Walaupun
jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat
puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila
Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
a. Pengertian
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar TambahanSKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
b. Penerbitan
SKPKBT
SKPKBT
diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah
pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka
penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
c. Fungsi
SKPKBT
· Koreksi atas jumlah yang terutang
menurut SPT-nya.
· Sarana untuk mengenakan sanksi.
· Alat untuk menagih pajak.
d. Sanksi
SKPKBT
Jumlah
kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak
tersebut;
Sanksi
administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila SKPKBT diterbitkan
berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan
syarat Direktur Jendral Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam
rangka penerbitan SKPKBT.
e. Jangka
Waktu Penerbita SKPKBT
Dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan
tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Kurang Bayar
Tambahan, Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan SKPKBT.
Apabila
jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun
tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau
tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
a. Pengertian
Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
b. Penerbitan SKPLB
SKPLB
diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau jumlah
pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:
· Pajak Penghasilah apabila jumlah
kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang;
· Pajak Pertambahan Nilai apabila
jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika
terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Penambahan Nilai, jumlah pajak
yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak
yang dipungut oleh Pemungut Pajak Penambahan Nilai tersebut, atau;
· Pajak Penjualan atas Barang Mewah
apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang.
c. Fungsi
SKPLB
Sebagai alat atau sarana untuk
mengembalikan kelebihan pembayaran pajak.
4. Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
a. Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.
b. Penerbitan
SKPN
SKPN diterbitkan apabila setelah
dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama
dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
5. Surat
Tagihan Pajak (STP)
Surat
Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Sebab diterbitkannya STP:
· Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar;
· Dari hasil penelitian terdapat
kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
· Wajib Pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa denda dan/atau bunga;
· Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tetapi tidak membuat faktur pajak atau
membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
· Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap;
· PKP melaporkan faktur tidak sesuai
dengan masa penerbitan faktur pajak;
· PKP yang gagal berproduksi dan telah
diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
a.
Fungsi STP
o Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT
Wajib Pajak,
o Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
o Sarana untuk menagih pajak.
b.
Sanksi
Administrasi STP
Jumlah
kekurangan pajak yang terutang (poin 2a dan 2b) ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Tagihan Pajak.
Terhadap
pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak (poin 2d dan 2e atau 2f), selain wajib
menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari
tanggalpenerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
sampaidengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan
dihitung penuh satu bulan.
c.
Kekuatan
Hukum STP
STP
(Surat Tagihan Pajak) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan
pajak, sehingga dalam penagihannya dapat juga dilakukan dengan surat paksa.
J. KEBERATAN DAN BANDING
1. Tata Cara
Penyelesaian Keberatan
a. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur
Jenderal Pajak atas suatu:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan;
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
4) Surat Ketetapan Pajak Nihil; atau
5) Pemotongan atau pemungutan oleh
pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Pengajuan keberatan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia;
2) mengemukakan jumlah pajak yang
terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut
penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar
penghitungan;
3) 1 (satu) keberatan diajukan hanya
untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau
untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
4) diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak diterbitkan; atau pemotongan
atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan
bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaan Wajib Pajak;
5) Surat Keberatan ditandatangani oleh
Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib
Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
c. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang
masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
d. Dalam hal surat keberatan yang
disampaikan oleh wajib pajak belum memenuhi persyaratan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan perbaikansurat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan.
e. Suratkebertan yang tidak memenuhi
persyaratan bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan
tidak diterbitkan surat Keputusan Keberatan.
f. Pembukuan, catatan, data, informasi,
atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak
dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, pencatatan,
data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada dipihak ketiga dan belum
diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
g. Direktorat Jendral Pajak dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus
memberi keputusan. Keputusan Direktorat Jendral Pajak dapat berupa:
· Mengabulkan seluruhnya.
· Mengabulkan sebagian.
· Menolak.
· Menambah besarnya jumlah pajak yang
harrus dibayar.
h. Apabila dalam jangka waktu 12
bulantelah terlampaui dan Direktur Jendral Pajak tidak menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan
dan Dirjen Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan
keberatan Wajib Pajak.
i. Apabila pengajuan keberatan
dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
dengan ditambah bunga sebesar 2% perbulan untukpaling lama 24 bulan dengan
ketentuan:
· Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung
sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.
· Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampaidengan diterbitkannya Surat
Keputusan Keberatan.
j. Dalam hal keberatan WP ditolak atau
dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50%
dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak
yangtelah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
k. Tetapi apabila WP
mengajukanpermohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan, sanksi tersebut
tidak dikenakan.
l. Apabila pengajuan keberatan
dikabulkan sebagian atau seluruhnya,yang menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak, kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% perbulan paling lama 24 bulan dengan ketentuan berikut:
· Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung
sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, atau
· Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Keberatan.
2. Tata Cara
Penyelesaian Banding
a. WP dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
b. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus
di lingkaran peradilan tata usaha negara.
c. Permohonan banding diajukanpaling lama 3 bulan sejak Surat
Keputusan Keberatan diterima, dengan cara:
1) Tertulis dalam bahasa Indonesia.
2) Mengemukakan alasan-alasan yang
jelas.
3) Melampirkan salinan Surat Keputusan
Keberatan.
d. Jumlah pajak yang belum dibayar pada
saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang yang terutang
sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.
e. Apabila permohonan banding ditolak
atau diterima sebagian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
100% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran
pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
f. Apabila pengajuan keberatan atau
banding dikabulkan sebagian atau selurunya, yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak, kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan dengan ketentuan
sebagai berikut:
· Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung
sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
· Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding.
K.PEMBETULAN,
PENGURANGAN, PENGHAPUSAN ATAU PEMBATALAN
1.
Pembetulan
Atas permohonan wajib pajak, atau karena
jabatannya, Direktur Jendral Pajak dapat membetulkan:
a.
Surat
ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB),
b.
Surat
Tagihan Pajak,
c.
Surat
Keputusan Pembetulan,
d.
Surat
Keputusan Keberatan,
e.
Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi,
f.
Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi,
g.
Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
h.
Surat
Keputusan Pembatalan Ketetepan Pajak,
i.
Surat
Keputusan Pengambilan Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau
j.
Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga,
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan
tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan anperundang-undangan perpajakan.
2.
Pengurangan,
Penghapusan atau Pembatalan
Direktur Jendral Pajak karena jabatan atau
atas permohonan Wajib Pajak, dapat:
a.
Mengurangkan
atau menghapuskan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan
anperundang-undangan perpajakan;
b.
Mengurangkan
atau membatalkan surat ketetapan pajak atau STP yang tidak benar; atau
c.
Membatalkan
hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang
dilaksanakan tanpa:
o Penyampaian
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; atau
o Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Wajib Pajak dapat mmengajukan permohonan
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak apabila:
a.
Wajib
Pajak tidak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak; atau
b.
Wajib
Pajak mengajukan keberatan tetapi keberatannya tidak dipertimbangkan oleh
Direktur Jendral Pajak karena tidak memenuhi persyaratan.
L. DALUWARSA
PENAGIHAN PAJAK
Hak
untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya
penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung
sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
Daluwarasa
penagihan pajak tertangguh apabila:
1.
Diterbitkan
Surat Paksa;
2.
Ada
pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak;
3.
Diterbitkan
SKPKB atau SKPKBT; atau
4.
Dilakukan
penyidikan tindak pidanadi bidang perpajakan.
M. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan
adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau
keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemeuhan kewajiban perpajakan dan
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
1.
Sasaran
Pemeriksaan
Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun
penyelidikan adalah untuk mencari adanya:
a.
Interpretasi
Undang-Undang yang tidak benar.
b.
Kesalahan
hitung.
c.
Penggelapan
secara khusus dari penghasilan.
d.
Pemotongan
dan pengurangan tidak sesungguhanya yang dilakukan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban pajaknya.
2.
Tujuan
Pemeriksaan
a.
Untuk
menguji kepatuhan peenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan
kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak.
b.
Untuk
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.
Wewenang
Memeriksa
Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
4.
Prosedur
Pemeriksaan
a.
Petugas
pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan.
b.
Wajib
Pajak yang diperiksa harus:
·
Memperlihatkan
dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau
objek yang terutang Wajib Pajak.
·
Memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu untuk
kelancaran pemeriksaan.
·
Memberi
keterangan yang diperlukan.
c.
Jika
Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan suatu hal, maka
kewajiban tersebut harus ditiadakan.
d.
Direktur
Jendral Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu bila
Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pada poin b di atas.
N. PEYELIDIKAN
Penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan adanya bukti
tersebut membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.Penyidikan dilaksanakan berdasarkan UU No.8/1981 tentang
KUHP.
1.
Penyidik
Penyidik dalam tindak pidana perpajakan
adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jendral
Pajak yang diberi wewenang khusus untuk menyelidiki tindak pidana di bidang
perpajakan.
a.
Menerima,
mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas;
b.
Meneliti,
mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
c.
Meminta
keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;
d.
Memeriksa
buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;
e.
Melakukan
penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan
dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.
Meminta
bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan;
g.
Menyuruh
berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen
yang dibawa sebagaimana dimaksud pada angka 5;
tindak pidana di bidang perpajakan;
i.
Memanggil
orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
Menghentikan
penyidikan;
k.
Melakukan
tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan menurut ketentuan peraturan peundang-undangan.
Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan
Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan
3.
Kewajiban
Penyidik
Penyidik sebagaimana memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyelidikan kepada penuntut umum
sesuai dengan ketentuan UU Hukum Acara Pidana.
O. SANKSI
PERPAJAKAN
Dalam
undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu Sanksi Administrasi
dan Sanksi Pidana. Ancaman terhadap pelangaran suatu norma perpajakan ada yang
diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana
saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan pidana.
Perbedaan
di antara keduanya terletak pada konsekuensinya. Pada sanksi administrasi,
konsekuensinya adalah pembayaran kerugian kepada negara berupa bunga dan
kenaikan, sedangkan pada sanksi pidana, konsekuensinya adalah siksaan atau penderitaan.
1. Sanksi Administrasi
a. Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi
yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan.Terkait besarannya, denda
dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu, atau
suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi
denda ini akan ditambahkan dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang dikenai
sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk
mengetahui lebih lanjut, dalam tabel berikut dimuat hal-hal yang dapat
menyebabkan sanksi administrasi berupa
denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.
No
|
Masalah
|
Cara Membayar/menagih
|
1.
|
Tidak / terlambat memasukkan / menyampaikan SPT.
|
STP ditambah Rp 100.000,- atau Rp 500.000,- atau Rp
1.000.000,-
|
2.
|
Pembetulan sendiri, SPT tahunan atau SPT masa tetapi belum
di sidik.
|
SSP ditambah 15%
|
3.
|
Khusus PPN:
a. Tidak melaporkan usaha
b. Tidak membuat / mengisi faktur
c. Melanggar larangan membuat Faktur
(PKP yang tidak dikukuhkan)
|
SSP/SPKPB ditambah 2% denda dari dasar pengenaan
|
4.
|
Khusus PBB:
a. STP, SKPKB tidak / kurang dibayar
atau terlambat dibayar
b. Dilakukan pemeriksaan, pajak
kurang dibayar
|
STP + denda 2% (maksimum 24 bulan).
SKPKB + denda administrasi dari selisih pajak yang
terutang
|
b. Bunga 2% per bulan
Sanksi administrasi berupa bunga dapat
dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga penagihan dan bunga ketetapan.
Bunga pembayaran adalah bunga karena
melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut
dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT.
Dengan demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu
meliputi antara lain:
· Bunga karena pembetulan STP.
· Bunga karena angsuran / penundaan pembayaran.
· Bunga karena terlambat membayar.
· Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya
terutag dan pajak sementara.
Bunga penagihan adalah bunga karena
pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT
tidak dilakukan dalam batas waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih
dengan STP (lihat pasal 19 ayat 1 KUP).
No
|
Masalah
|
Cara Membayar/menagih
|
1.
|
Pembetulan
sendiri SPT (tahunan atau masa) tetapi belum diperiksa.
|
SSP/STP
|
2.
|
Dari
penelitian rutin:
PPh
pasal 25 tidak/kurang dibayar.
PPh
pasal 21, 22, 23, dan 26 serta PPn yang terlambat bayar.
SKPKB,
STP, SKPKBT tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar.
SPT
salah tulis/hitung.
|
SSP/STP
SSP/STP
SSP/STP
SSP/STP
|
3.
|
Dilakukan pemeriksaan, pajak
kurang dibayar (maksimum 24 bulan).
|
SSP/SPKB
|
4.
|
Pajak diangsur/ditunda; SKPKB,
SKKPP, STP.
|
SSP/STP
|
5.
|
SPT tahunan PPh ditunda, pajak
kurang dibayar.
|
SSP/STP
|
Bunga
ketetapan adalah bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak tambahan
pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan.Bunga ketetapan
umumnya ditagih dengan SKPKB (lihat pasal 13 ayat 2 KUP).
c.
Kenaikan
Jika
melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi
yang paling ditakuti oleh Wajib Pajak.Hal ini karena bila dikenakan sanksi
tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda.Sanksi
berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari
jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika
dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak
tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah
pajak terutang.
No
|
Masalah
|
Cara Membayar/menagih
|
1.
|
Dikeluarkan SKPKB dengan penghitungan secara jabatan:
a. Tidak memasukkan SPT:
(a) SPT tahunan (PPh 29)
(b) SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPN)
b. Tidak menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 28 KUP
c. Tidak memperlihatkan buku/dokumen,
tidak memberi keterangan, tidak mem-beri bantuan guna kelancaran
pemerik-saan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 29
|
SKPKB ditambah kenaikan 50%
SKPKB ditambah kenaikan 100%
SKPKB
50% PPh pasal 29
100% PPh pasal 21, 23, 26, dan PPN
SKPKB
50% PPh pasal 29
100% PPh pasal 21, 23, 26, dan PPN.
|
2.
|
Dikeluarkan SKPKBT karena: ditemukan data baru, data
semula yg belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB.
|
SKPKBT 100%
|
3.
|
Khusus PPN:
Dikeluarkan SKPKB karena
pemerik-saan, dimana PKP tidak seharusnya mengompensasi selisih lebih,
meng-hitung tariff 0% diberi restitusi pajak.
|
SKPKB 100%
|
2. Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam
undang-undang perpajakan, ada 3 macam sanksi pidana, yaitu: denda pidana,
kurungan, dan penjara.
a.
Denda pidana
Sanksi
berupa denda pidana dikenakan kepada Wajib Pajak dan diancamkan juga kepada
pejabat pajak atau pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan
kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b.
Pidana kurungan
Pidana
kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.Dapat
ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan
diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang
diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda
pidana sekiat itu diganti dengan pidana kurunga selama-lamanya sekian.
c.
Pidana penjara
Pidana
penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan
kemerdekaan.Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan.Ancaman pidana penjara
tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada
Wajib Pajak.
Ketentuan mengenai sanksi pidana di
bidang perpajakan diatur/ditetapkan dalam UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dan UU No.12 Tahun 1985 sebagai-mana telah diubha dengan UU No.12
Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar