LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI
LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI
Tujuan utama bisnis adalah memperoleh keuntungan, walaupun bukan merupakan tujuan
satu-satunya. Dalam bisnis yang modern saat ini, pelaku bisnis dituntut untuk menjadi
orang-orang yang profesional di bidangnya. Profesionalisme dapat diperlihatkan
melalui kinerja tertentu yang berada diatas rata-rata. Kinerja tidak hanya
berfokus padaaspek bisnis, manajerial, dan organisasi teknis murni, melainkan
juga menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan bisnis
ini juga menyangkut komitmen moral, integritas moral, disiplin, loyalitas,
kesatuan visi moral, pelayanan, dan sikap mengutamakan mutu, penghargaan
terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan
(stakeholder), yang lama kelamaan akan berkembang menjadi sebuah etos bisnis
dalam sebuah perusahaan.
Pentingnya
Etika dalam Praktik Bisnis
Praktik bisnis merupakan aktivitas
utama masyarakat yang wajib didukung oleh perilaku baik..Etika bisnis menjadi
sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen yang saling
berkaitan antara satu dengan lainnya (konsumen, distributor, produsen).
Nilai-nilai (values) dalam etika
bisnis adalah standar kultural dari perilaku yang diputuskan sebagai petunjuk
bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Pada era kompetisi yang
ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis
merupakan sebuah competitive
advantage yang sulit ditiru.Oleh karena itu, perilaku etika penting
diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.Etika
bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk
mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral
sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33)
mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut.
a. Prinsip
Otonomi: yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara
moral atas keputusan yang diambil.
b. Prinsip
Kejujuran: bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran
karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (misal kejujuran
dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam
hubungan kerja dan lain-lain).
c. Prinsip
Keadilan: bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai
dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
d. Prinsip
Saling Menguntungkan: agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan,
demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
e. Prinsip
Integritas Moral: prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para
pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik
perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik
Praktik Bisnis yang Tidak Beretika
Praktik bisnis yang dijalankan selama ini
masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai
praktik-praktik bisnis tidak terpuji atau moral hazard.Hal ini mengindikasikan
bahwa di sebagian masyarakat telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan
segala macam cara untuk mencapai tujuan, baik untuk tujuan individu memperkaya
diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi etika dan nilai-nilai
moral bagi para pelaku bisnis. (Rukmana:2004).
Menurut Komenaung (2007), masalah etika
dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu:
1.
Suap
(Bribery) adalah tindakan berupa menawarkan, membeli, menerima, atau
meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang
pejabat dalam melaksanakan kewajiban public. Suap dimaksudkan untuk
memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. Pembelian itu dapat dilakukan
baik dengan membayar sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran kembali
setelah transaksi terlaksana. Suap kadang kala tidak mudah dikenali. Pemberian cash
atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara
suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai
suap tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2.
Paksaan
(Coercion) adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau
dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman
untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap
seorang individu.
3.
Penipuan
(Deception) adalah tindakan memperdaya, ,menyesatkan yang disengaja
dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4.
Pencurian
(Theft) adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak
kita atau mengambil properti milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya.
Properti tersebut dapat berupa properti fisik atau konseptual.
5.
Diskriminasi
tidak jelas (Unfair Discrimination) adalah perlakuan tidak adil atau
penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis
kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua
orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara yang disukai
atau tidak.
Beberapa pebisnis berpendapat bahwa
terdapat hubungan simbiosis antara etika dan bisnis dimana masalah etik sering
dibicarakan pada bisnis yang berorientasi pada keuntungan. Kebutuhan aspek
moral dalam bisnis adalah:
(1) Praktik
bisnis yang bermoral hanya akan memberikan keuntungan ekonomis dalam jangka
panjang. Bagi bisnis yang didesain untuk keuntungan jangka pendek hanya akan
memberikan insentif yang kecil. Dalam kompetisi bisnis di pasar yang sama,
keuntungan jangka pendek merupakan keputusan yang diambil oleh kebanyakan
perusahaan untuk dapat bertahan.
(2) Beberapa
praktik bisnis yang bermoral mungkin tidak memiliki nilai ekonomis bahkan dalam
jangka panjang sekalipun. Sebagai contoh, bagaimana mengkampanyekan kerugian
merokok, sebagai lawan dari promosi rokok itu sendiri.
(3) Praktik
bisnis yang bermoral akan menghasilkan keuntungan akan sangat tergantung pada
saat bisnis tersebut dijalankan. Pada pasar yang berbeda, praktik yang sama
mungkin tidak memberikan nilai ekonomis. Jadi masalah tumpang tindih antara
eksistensi moral dan keuntungan sifatnya terbatas dan insidental (situasional)
Dalam hal ini, etika bisnis menjadi
suatu hal yang sangat mendesak untuk diterapkan, sebab dengan etika
pertimbangan mengenai baik atau buruk dapat distandardisasi secara tepat dan
benar. Namun perlu juga dicatat bahwa etika bisnis tidak akan berfungsi jika
praktik-praktik bisnis yang curang dilegalkan. Maka, diperlukan dua perangkat
utama yaitu moral dan legal politis.
Tuntutan Masyarakat terhadap Bisnis.
·
Kemunculan
Model-model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku Kepentingan
Reaksi oleh bisnis terhadap evolusi
dari mandat keuntungan murni menjadi pengenalan adanya saling ketergantungan
antara bisnis dan masyarakat. Beberapa tren dikembangkan sebagai hasil dari
tekanan ekonomi dan kompetitif serta memiliki efek pada etika bisnis dan
akuntan professional, mencakup:
a. Memperluas
kewajiban hukum untuk direktur perusahaan.
b. Pernyataan
manajemen kepada pemegang saham atas kecukupan pengendalian internal, dan
c.
Ketetapan niat untuk mengelola resiko
dan melindungi reputasi.
Meskipun perubahan yang signifikan juga terjadi
dalam cara organisasi beroperasi, mencakup:
a.
Reorganisasi, pemberdayaan karyawan, dan
penggunaan data elektronik yang berhubungan, dan
b.
Meningkatnya ketergantungan manajemen
pada indicator kinerja nonkeuangan yang digunakan secara nyata.
Sebagai akibat dari tren dan perubahan
tersebut, bahwa pendekatan tradisisonal perintah dan kendali (atas-bawah)
tidaklah cukup, dan organisasi menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
mendorong etika prilaku, bukan memaksakannya.Dewan dan manajemen menjadi lebih
tertarik pada isu-isu etika meskipun kompeksitas entitas bisnis dan transaksi
menjadi lebih besar dan cepat.Oleh karena itu, semakin penting bahwa setiap karyawan
memiliki kode perilaku pribadi yang harmonis dengan pemberi kerja.
·
Manajemen
Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Risiko
Para direktur, eksekutif, manajer,
dan karyawan lainnya harus memahami sifat dari interes pemangku kepentingan dan
nilai-nilai yang mendukungnya untuk mengggabungkan interes pemangku kepentingan
ke dalam kebijakan, strategi, dan operasional perusahaan.Saat ini, penyelidikan
terhadap nilai-nilai, reputasi, dan manajemen risiko menjadi subjek studi
terbaru yang ramai diteliti. Nilai-nilai pada suatu perusahaan akan berbeda
bergantung pada kelompok pemangku kepentingan. Charles Fombrun dari Repitation
Institute menetapkan empat penentu reputasi sebuah perusahaan, antara lain: 1)
Kredibilitas; 2) Keandalan; 3) Sifat dapat dipercaya; dan 4) Tanggung jawab.
Manajemen dan auditor sejak tahun
1990-an semakin berorientasi pada manajemen risiko. Teknik-teknik manajemen
risiko telah berkembang seiring dengan pengakuan oleh direktur, eksekutif, dan
akuntan professional mengenai nilai-nilai dalam mengidentifikasi risiko di awal
dan dalam perencanaan untuk menghindari atau mengurangi konsekuensi yang tidak
menguntungkan, yang melekat dalam risiko.
·
Akuntabilias
Munculnya interes pemangku kepentingan dan
akuntabilitas, serta terjadinya kasus krisis keuangan yang menimpan Enron,
telah meningkatkan keinginan untuk membuat laporan (kinerja perusahaan) yang
lebih relevan.Laporan dibuat lebih transparan dan akurat dibandingkan dengan
laporan masa lalu.Secara umum, kekurangan integritas
sering kali terdapat pada laporan-laporan perusahaan karena tidak mencakup
beberapa hal atau permasalahan. Dengan demikian, laporan tersebut tidak selalu
memberikan presentasi yang jelas dan seimbang bagaimana pemangku kepentinganakan
terpengaruh oleh laporan.
Inisiatif
untuk Menciptakan Bisnis yang Berkelanjutan
Dampak meningkatnya harapan
untuk bisnis pada umumnya telah membawa tuntutan reformasi tata kelola dan
pengambilan keputusan etis.Memahami harapan etika tempat kerja sangat penting
bagi keberhasilan organisasi dan para eksekutifnya.Sebuah perusahaan tidak
dapat memiliki etika budaya perusahaan yang efektif tanpa etika kerja yang
terpuji.Melalui tata kelola perusahaan (Good
Coorporate Government), diharapkan seluruh organ perusahaan mampu bertindak
secara etis.Tata Kelola Perusahaan yang Baik (good corporate governance)
adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan Organ Perusahaan untuk
meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan
bagi seluruh pemangku kepentingan, secara akuntabel dan berlandaskan peraturan
perundangan serta nilai-nilai etika.
Konsep dari GCG belakangan ini makin mendapat perhatian dari
masyarakat karena konsep ini semakin memperjelas dan mempertegas mekanisme
hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi konsep ini
mencakup beberapa hal antara lain:
- hak-hak
para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya,
- hak
dan peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)
lainnya,
- pengungkapan
(disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
- transparansi
terkait dengan struktur dan operasi perusahaan
- tanggungjawab
dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan, kepada para pemegang
saham dan pihak-pihak lain yang berkrpentingan.
Konsep GCG sendiri
muncul dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa
perusahaan-perusahaan besar, salah satu contohnya Endron WorldCom, KAP
Arthur-Andersen ini adalah salah satu conto kegagalan sistem tata kelola yang
buruk yang tidak hanya menyebabkan resesi ekonomi di Amerika, tapi dampaknya
bisa dirasakan oleh masyarakat dunia pada umunya. Terdapat 10 prinsip-prinsip
dasar yang melandasi konsep GCG ini antara lain; Vision, Participation, Equality, Professional, Supervision, Efective
& Efficient, Transparent, Accountability/Accoutable, Fairness, dan Honest.
KRONOLOGI KASUS
Pada tahun 1985, InterNorth,
sebuah penyalur gas alam melalui pipa yang berbasis di Ohama, mengakuisisi
Houston Natural Gas. Pada awalnya perusahaan berencana untuk mempertahankan
kantor pusatnya di Ohama, tetapi dewan direksi Houston secara bertahap
mengambil kendali kegiatan perusahaan dan memutuskan untuk memindahkan kantor
pusat perusahaan ke Houston. Pada saat yang bersamaan gabungan perusahaan
tersebut menggunakan nama yang lebih futuristik dan modern yaitu Enron.
Enron
muncul pada masa yang cukup sulit bagi perusahaan pipa gas alam.Pada saat itu
rantai distribusi dari produsen ke konsumen sangat diatur oleh
pemerintah.Tingkat harga yang dibebankan perusahaan pipa kepada perusahaan
utilitas lokal dan yang dibebankan perusahaan lokal kepada konsumen eceran juga
diatur oleh pemerintah berdasarkan biaya-plus (cost-plus).Untuk mendorong eksplorasi gas alam dalam menanggapi
krisis energi pada tahun 1970-an, pemerintah mengubah peraturannya mengenai
patokan harga gas alam.Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan harga yang
dibayarkan kepada produsen secara sangat cepat.Meskipun demikian, harga eceran
dijaga agar tetap rendah melalui peraturan pemerintah, dan perusahaan pipa mengalami
kesulitan untuk membeli seluruh gas alam yang mereka butuhkan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen perusahaan lokal.
Dalam
pasar bebas risiko utama yang dihadapi oleh produsen gas dan perusahaan lokal
timbul dari gejolak harga bahan bakar.Kedua pihak merasa tidak nyaman untuk
melakukan kontrak-kontrak harga tetap jangka panjang, sehingga sebagian besar
gas alam dijual dengan menggunakan kontrak 30 hari.
Pada
tahun 1990, Enron mulai memberikan jasa sebagai perantara, atau pencipta pasar,
untuk kontrak 30 hari tersebut. Disebut Gas Bank, aktivitas ini melibatkan
perjanjian jangka pendek yang ditandatangani Enron untuk membeli gas dari
beberapa produsen, menyatukan kontrak-kontrak tersebut, dan kemudian menawarkan
komitmen harga jangka panjang kepada perusahaan lokal. Enron telah membuat
langkah awal dalam melakukan transformasi aktivitis perusahaan dari perusahaan
pipa tradisional menjadi perusahaan jasa keuangan dan perdagangan.Pada tahun
2000, Enron mengembangkan usahanya dengan menjadi pencipta pasar untuk listrik,
minyak, dan bahkan kertas (Sjahputra dan Amin, 2005).
Pada
Februari 2001, peningkatan pendapatan dan laba Enron sangat pesat diikuti oleh
peningkatan harga saham-perusahaan ini bernilai $60 miliar, dan harga per
lembar sahamnya $80 (sedikit menurun dari harga tertingginya sebesar $90).Fortune
menamakan Enron “Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif” selama enam tahun
berturut-turut. Enron, suatu perusahaan yang menduduki rangking tujuh dari lima
ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi
terbesar di AS yang kolaps dengan meninggalkan hutang sebesar $ 31,2 milliar.
Fakta-fakta
Kasus Enron:
1. Enron
merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing
secara total atas fungsi internal audit perusahaan (Kusmayadi, 2009):
a.
Mantan Chief Audit Executif Enron
(Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk
sebagai akuntan publik perusahaan.
b.
Direktur keuangan Enron berasal dari KAP
Andersen.
c.
Sebagian besar Staf akunting Enron berasal
dari KAP Andersen
2. Selama
tahun 2000, harga saham Enron berkisar antara $60 sampai $90, tertinggi pada
Agustus sebesar $90.56, dan pada akhir tahun mendekati $80 (Brooks, 2003).
3. Pada
awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan
mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko
yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis Enron. Dari
hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP
Andersen. Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan
praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan
kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen
pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk
melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan
penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi
akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut
menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan
(Hendarto).
4. Mei
2001, Clifford Baxter, wakil komisaris Enron resmi berhenti bekerja untuk Enron
karena tidak tahan melihat bisnis kerja Enron yang tidak beretika.
(kris.riyadi).
5. 26
September 2001, harga saham jatuh menjadi $25 per lembar, Ken Lay masih mencoba
menghibur karyawan untuk tidak menjualnya, sebaliknya membujuk mereka untuk
membeli. Dalam e-mail yang dikirimkan kepada karyawan yang risau, dia
mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat secara keuangan dan harga saham Enron
“luar biasa murah” dalam posisi itu (Mustika, 2008).
6. 16
Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Pengumuman
kepada pers menyatakan bahwa pro forma
laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta pada triwulan ketiga
tersebut, dibandingkan dengan $292 juta pada tahun sebelumnya. Pimpinan
perusahaan Enron Kenneth Lay menyatakan bahwa Enron secara berkesinambungan
memberikan prospek yang sangat baik dan ia memilih untuk tidak menjelaskan
secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/ expense) sebesar $1 miliar yang
menyebabkan hasil aktual pada periode tertentu, bila dilaporkan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) akan menjadi kerugian sebsar $644
juta. Para analis dan reporter kemudian
mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal
dari transaksi yangdilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO
Enron.
7. Harga
saham perusahaan ini turun secara drastis dari $36,00 per lembarnya pada minggu
sebelum 16 Oktober 2001 hingga menjadi $0,26 per lembarnya enam minggu kemudia
pada tanggal 30 November 2001.
8. 19
Oktober 2001, US Securities and Exchange
Commision Rules (SEC Rules) mengumumkan secara resmi ingin mereview file
pembukuan Enron. Enron mengumumkan kerugian sebesar 600 juta dolar AS dan nilai
aset enron menyusut 1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama
diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba
bersih mereka. David Duncan, Akuntan Publik kantor Audit Independen Arthur
Anderson menghancurkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan Enron.
9. 2
Desember 2001, Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan
memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan
yang tidak dilaporkan senilai lebih dari satu miliar dolar. Dengan pengungkapan
ini investasi dan laba yang ditahan (retained
earning) berkurang dalam jumlah yang sama.
10. 2
Januari 2002, CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri dari dewan direktur
perusahaan.
11. 24
Januari 2002, Cliffor Baxter bunuh diri dengan cara menembak kepala di dalam
mobil Mercedez di depan rumah mewahnya di Houston (Kusmayadi, 2009).
12. 28
Februari 2002, KAP Andersen menawarkan ganti rugi sebesar 750 juta US dollar
untuk menyelesaikan masalah gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
Pemerintahan Amerika melarang Enron dan KAP Anderson untuk melakukan kontrak
dengan lembaga pemerintahan di Amerika.
13. 14
Maret 2002, departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah
atas tuduhan melakukan penghambatan
dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang
diselidiki. KAP Andersen terus menerima konsekuensi negatif dari kasus Enron
berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang
lain dan pengungkapan keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
14. 22
Maret 2002, mantan kedua Federal Reserve, Paul Volkeer, yang direkrut untuk
melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP
Andersen mengusulkan agar keseluruhan manajemen dirombak ulang untuk menyusun
manajemen baru.
15. 26
Maret 2002, CEO Anderson, Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.
16. 8
April 2002, seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai
penganggung jawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan
proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi KAP
Anderson dan Enron.
17. 15
Juni 2002, juri federal Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah
melakukan penghambatan terhadap proses peradilan.
PEMBAHASAN
Hubungan
terhadap Etika Bisnis
3 komponen utama penyebab
timbulnya kecurangan, manipulasi, korupsi, dan berbagai macam kegiatan
sejenisnya atau yang bisa disebut sebagai pelaku tidak etis (menurut teori
fraud) adalah oppurtunity, pressure, dan rationalization.
Fraud
Triangel (Segitiga Fraud) terdiri dari 3 hal:
- Pressure (tekanan atau motif) : karena kebutuhan keuangan yang sangat mendesak, adanya
keinginan yang tidak atau belum terpuaskan, adanya ketidakpuasan terhadap organisasi/perusahaan/manajemen,
serta adanya tekanan dari pihak lain atau atasan pelaku fraud.
- Opportunity (kesempatan): Lemahnya pengendalian internal dalam sebuah
organisasi membuka peluang fraud.
- Rationalization (pembenaran): pelaku fraud merasa bahkan meyakini bahwa tindakannya bukan merupakan fraud.
Bukan
berarti 3 hal tersebut akan mutlak terjadi, hal-hal itu dapat dihindari dengan
peningkatan akhlak, moral, etika dan perilaku. Tindakan yang tidak bermoral
akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust). Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan
hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak. Andersen sebagai KAP telah
menciderai kepercayaan dari pihak stock holder
untuk memberikan suatu informasi yang benar mengenai pertanggungjawaban dari
pihak agen dalam mengemban amanah dari stock
holder. Pihak manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk
kepentingan dirinya (self interest
oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat.
Ketiga faktor tersebut adalah merupakan prilaku
tidak etis yang sangat bertentangan dengan good
corporate governance philosofy yang membahayakan terhadap business going cocern.Begitu pula
praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi
negatif bagi banyak pihak.Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya
investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana
pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan
investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan
di bursa efek.
Secara kasat mata kasus Enron (baik manajemen
Enron maupun KAP Andersen) telah melakukan mal
practice jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain:
1. Adanya praktik discrimination of information/ unfair
discrimination, melalui suburnya praktik insider trading, dimana hal ini sangat diketahui oleh Board of Director Enron, dengan demikian
dalam praktik bisnis di Enron sarat dengan collusion.
Kondisi ini diperkuat oleh Bussines Round
Table (BRT), pada tanggal 16 Pebruari 2002 menyatakan bahwa:
a.
Tindakan
dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen Enron berperan besar dari
kebangkrutan perusahaan;
b.
Telah
terjadi pelanggaran terhadap normaetika corporate
governance dan corporate
responsibility oleh manajemen perusahaan;
c.
Perilaku
manajemen Enron merupakan pelanggaran besar-besaran terhadapkepercayaan yang
diberikan kepada perusahaan.
2. Adanya Deception Information, yang dilakukan pihak manajemen Enron maupun
KAP Arthur Andersen, mereka mengetahui tentang praktek akuntansi dan
bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi kepercayaan dari investor dan publik,
kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai
dengan Enron menjadi hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang
kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception
dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang
sangat baik. KAP Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan
Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap
dipertahankan, hal ini dimungkinkan adanya coercion
atau bribery, karena pihak Gedung
Putih termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat juga di indikasikan terlibat
dalam kasus Enron ini.
3. Arthur Andersen, merupakan kantor
akuntan publik -The big five- yang melakukan Audit terhadap laporan
keuangan Enron Corp. tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron,
KAP Andersen telah melakukan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan
dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen
memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat kepermukaan,
sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen
tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap
melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini
Andersen telah ingkar dari sikap profesionalisme sebagai akuntan independen
dengan melakukan tindakan knowingly and
recklessly yaitu menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan (deception of information).
KESIMPULAN
Enron
dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi
pedoman dalam melaksanakan tugasnya.Pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan
keuntungan bagi Enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas bahkan
menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen.Integritas adalah suatu elemen
karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.Integritas merupakan
kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji
semua keputusan yang diambilnya.
Dilihat
dari sisi KAP Andersen, tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja.Dalam melaksanakan
tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan
pada kepentingan publik.Di sisi lain, Enron telah melakukan berbagai macam pelanggaran praktik bisnis
yang sehat melakukan (Deception,
discrimination of information, coercion, bribery) dan keluar dari prinsip good corporate governance.Akhirnya Enron
harus menuai suatu kehancuran yang tragis dengan meninggalkan hutang milyaran
dolar.KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjungjung tinggi
independensi, dan profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi
dan ingkar dari tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat.
Daftar Pustaka
Brooks,
Leonard J. dan Paul Dunn. 2012. Etika Bisnis & Profesi, untuk direktur,
eksekutif, dan akuntan. Edisi 5, buku 1. Jakarta: Salemba empat.
Brooks, Leonard J. 2004. Business & Profesional Ethics for Directors, Executives, &
Accountants.Third Edition.University of Toronto.
Pricillia, Mellisa. 2012. Mengkaji Pentingnya Etika Dalam Praktik
Bisnis Pada Pasar Ritel Modern.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus