KEADILAN DALAM BISNIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam
bab sebelumnya,kita sudah membahas masalah tanggung jawab sosial
perusahaan.Dari uraian itu,khususnya dalam kaitan dengan lingkup-lingkup
tanggungjawab sosial perusahaan,terlihat jelas bahwa pada akhir tanggung jawab
sosial perusahaan mempunyai kaitan yang erat sekali dengan penegakan keadilan dalam
masyarakat pada umumnya maupun bisnis khususnya.Dalam kaitan dengan
keterlibatan sosial,tanggungjawab sosial perusahaan berkaitan langsung dengan
penciptaan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan
merata.Ini berkaitan dengan apa yang akan kita bahas sebagai keadilan
distributif.Ketaatan terhadap hukum,khususnya hukum bisnis,pada akhirnya
berkaitan juga dengan apa yang akan kita bahas sebagai keadilan legal:yaitu
perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan hukum yang berlaku.Itu
berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada secara
tanpa pandang bulu.Demikian pula,penghargaan atas hak dan kepentingan stakeholders pada akhirnya berkaitan
juga dengan apa yang disebut sebagai keadilan komutatif.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan
paham tradisional mengenai keadilan menurut Aristoteles?
1.2.2
Apa yang dimaksud dengan
keadilan individual dan struktural?
1.2.3
Prinsip apa saja yang
termasuk dalam teori keadilan menurut Adam Smith?
1.2.4
Prinsip apa saja yang termasuk
dalam teori keadilan distributif menurut John Rawls?
1.2.5
Apa saja jalan keluar
atas masalah ketimpangan ekonomi?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan
paper ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk
mengetahui paham tradisional mengenai keadilan menurut Aristoteles
1.3.2. Untuk
mengetahui keadilan individual dan struktural
1.3.3. Untuk mengetahui prinsip yang termasuk dalam teori keadilan
menurut Adam Smith
1.3.4. Untuk mengetahui prinsip yang termasuk dalam teori keadilan
distributif menurut John Rawls
1.3.5. Untuk mengetahui jalan keluar atas masalah ketimpangan ekonomi
1.4. Kegunaan
Adapun kegunaan dari penulisan paper
ini adalah sebagai berikut:
1.4.1. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang tradisional mengenai
keadilan menurut Aristoteles
1.4.2. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang keadilan individual dan
struktural
1.4.3. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang prinsip yang termasuk dalam
teori keadilan menurut Adam Smith
1.4.4. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang prinsip yang termasuk dalam
teori keadilan distributif menurut John Rawls
1.4.5. Menambah wawasan tentang jalan keluar atas masalah ketimpangan
ekonomi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Paham Tradisional
mengenai Keadilan menurut Aristoteles
Dalam kaitan dengan
keterlibatan sosial, tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan langsung dengan
penciptaan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan
merata. Tidak hanya dalam pengertian bahwa terwujudnya keadilan akan
menciptakan stabilitas sosial yang akan menunjang kegiatan bisnis, melainkan
juga dalam pengertian bahwa sejauh prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah
bisnis yang lebih baik dan etis. Tidak mengherankan bahwa hingga sekarang
keadilan selalu menjadi salah satu topic penting dalam etika bisnis.
Teori
keadilan Aristoteles Atas pengaruh Aristoteles secara tradisional keadilan
dibagi menjadi tiga :
2.1.1 Keadilan
Legal
Keadilan legal yaitu
perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan hukum yang berlaku. Itu
berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada secara
tanpa pandang bulu. Keadilan legal menyangkut hubungan antara individu atau
kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang atau kelompok
masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara dihadapan dan berdasarkan hukum
yang berlaku. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan perlakuan yang sama sesuai
dengan hukum yang berlaku.
2.1.2
Keadilan Komutatif
Keadilan ini mengatur
hubungan yang adil antara orang yang satu dan yan lain atau antara warganegara
yang satu dengan warga negara lainnya. Keadilan komutatif menyangkut hubungan
horizontal antara warga yang satu dengan warga yang lain. Dalam bisnis,
keadilan komutatif juga disebut atau berlaku sebagai keadilan tukar. Dengan
kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang adil antara
pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan komutatif menuntut agar semua orang
menepati apa yang telah dijanjikannya, mengembalikan pinjaman, memberi ganti
rugi yang seimbang, memberi imbalan atau gaji yang pantas, dan menjual barang dengan
mutu dan harga yang seimbang.
2.1.3 Keadilan
Distributif
Prinsip dasar keadilan
distributif yang dikenal sebagai keadilan ekonomi adalah distribusi ekonomi
yang merata atau yang dianggap adil bagi semua warga negara. Keadilan
distributif punya relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam perusahaan.
Berdasarkan prinsip keadilan ala Aristoteles, setiap karyawan harus digaji
sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam
karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam
buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan yang
berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari
filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan
keadilan”. Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan
mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan
penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik
mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita
pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa
semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap
orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan
sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan
perdebatan seputar keadilan. Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi
jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam
hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Kedailan distributif
dan korektif sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan
hanya bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal
yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang
sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan
yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan
dihilangkan. Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi,
honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam
masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa
yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain
berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh
jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya, yakni nilainya
bagi masyarakat. Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan
sesuatu yang salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan,
maka keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak
yang dirugikan jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang
sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan
mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk.
Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan tersebut. Dari uraian
ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan
keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah. Dalam membangun
argumennya, Aristoteles menekankan perlunya dilakukan pembedaan antara vonis
yang mendasarkan keadilan pada sifat kasus dan yang didasarkan pada watak
manusia yang umum dan lazim, dengan vonis yang berlandaskan pandangan tertentu
dari komunitas hukum tertentu. Pembedaan ini jangan dicampuradukkan dengan
pembedaan antara hukum positif yang ditetapkan dalam undang-undang dan hukum
adat. Karena, berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua peni laian yang terakhir
itu dapat menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas
tertentu, sedangkan keputusan serupa yang lain, kendati diwujudkan dalam bentuk
perundang-undangan, tetap merupakan hukum alamjika bisa didapatkan dari fitrah
umum manusia.
2.2 Keadilan individual dan structural
Keadilan bukan sekedar menyangkut
tuntutan agar semua orang diperlakukan secara sama oleh negara atau pimpinan
dalam perusahaan, seakan ini merupakan urusan pribadi antara orang tersebut
dengan pemerintah atau pimpinan perusahaan. Keadilan juga bukan sekedar
menyangkut tuntutan agar dalam interaksi sosial setiap orang memberikan dan
menghargai apa yang menjadi hak orang lain, seakan penghargaan terhadap hak
orang lain adalah urusan orang per orang satu dengan yang lainnya.
Demikian pula, keadilan juga bukan
sekedar soal sikap orang per orang untuk menolong memperbaiki keadilan sosial
ekonomi orang lain.
2.3 Teori
Keadilan Adam Smith
Pada teori keadilan Aristoteles, Adam Smith hanya
menerima satu konsep atau teori keadilan yaitu keadilan komutatif. Alasannya,
yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan
komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan
antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak lain.
2.3.1
Prinsip No Harm
Prinsip keadilan komutatif
menurut Adam Smith adalah no harm, yaitu tidak merugikan dan melukai orang lain
baik sebagai manusia, anggota keluarga atau anggota masyarakat baik menyangkut
pribadinya, miliknya atau reputasinya. Pertama, keadilan tidak hanya menyangkut
pemulihan kerugian, tetapi juga menyangkut pencegahan terhadap pelanggaran hak
dan kepentingan pihak lain. Kedua, pemerintah dan rakyat sama-sama mempunyai
hak sesuai dengan status sosialnya yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah
pihak. Pemerintah wajib menahan diri untuk tidak melanggar hak rakyat dan
rakyat sendiri wajib menaati pemerintah selama pemerintah berlaku adil, maka
hanya dengan inilah dapat diharapkan akan tercipta dan terjamin suatu tatanan
sosial yang harmonis. Ketiga, keadilan berkaitan dengan prinsip
ketidakberpihakan (impartiality), yaitu prinsip perlakuan yang sama didepan
hukum bagi setiap anggota masyarakat.
2.3.2
Prinsip Non-Intervention
Disamping prinsip no harm,
juga terdapat prinsip no intervention atau tidak ikut campur dan prinsip
perdagangan yang adil dalam kehidupan ekonomi. Prinsip ini menuntut agar demi
jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun
diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang
lain.campur tangan dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak
orang tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah
terjadi ketidakadilan.
2.3.3
Prinsip Keadilan Tukar
Prinsip keadilan tukar atau
prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam
mekanisme harga dalam pasar. Dalam keadilan tukar ini, Adam Smith membedakan
antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga alamiah adalah
harga yang mencerminkan biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh produsen,
yaitu terdiri dari tiga komponen biaya produksi berupa upah buruh, keuntungan
untuk pemilik modal, dan sewa. Sedangkan harga pasar atau harga aktual adalah
harga yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang didalam pasar.
c. Keadilan sosial ala John Rawls John Rawls dalam bukunya a theory of justice
menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the
principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle,
adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberika manfaat
yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan
sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek
seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas.
Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada
mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek
kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi
perlindungan khusus. Rawls mengerjakan teori mengenai prinsip-prinsip keadilan
terutama sebagai alternatif bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan
Hume, Bentham dan Mill. Rawls berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur
menurut prinsip-prinsip utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri,
lagi pula bahwa pelayanan demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls juga
berpendapat bahwa sebenarnya teori ini lebih keras dari apa yang dianggap
normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan demi kepentingan
umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan ini pertama-tama diminta
dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam masyarakat. Menurut Rawls,
situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga
paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah. Hal ini terjadi
kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi ketidaksamaan menjamin maximum
minimorum bagi golongan orang yang paling lemah. Artinya situasi masyarakat
harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi yang
mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat
pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada
semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman
ini semua perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan
lain yang bersifat primordial, harus ditolak. Lebih lanjut John Rawls
menegaskan bahwa maka program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan
haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan
kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan
yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial
ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal
balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari
kelompok beruntung maupun tidak beruntung. Dengan demikian, prisip berbedaan
menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan
prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas
diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini
berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan
koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah
dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang
memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu
untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang
dialami kaum lemah.
2.4 Teori
Keadilan Distributif Rawls John Rawls
Rawls merumuskan dua prinsip keadilan distributif,
sebagai berikut:
2.4.1 Prinsip – Prinsip
Keadilan Distributif Rawls John Rawls
Bahwa
setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling
luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hal yang
paling mendasar (hak azasi) yang harus dimiliki semua orang. Dengan kata lain,
hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan
akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip the greatest equal principle,
menurut penulis, tidak lain adalah ”prinsip kesamaan hak” merupakan prinsip
yang memberikan kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban
kewajiban yang dimiliki setiap orang (i.c. para kontraktan). Prinsip ini
merupakan ruh dari azas kebebasan berkontrak.
2.4.2 Kritik atas Teori
Rawls
ketidaksamaan sosial dan
ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu diperhatikan azas atau
prinsip berikut: (1) the different principle, dan (2) the principle of fair
equality of opportunity. Prinsip ini diharapkan memberikan keuntungan terbesar
bagi orang-orang yang kurang beruntung, serta memberikan penegasan bahwa dengan
kondisi dan kesempatan yang sama, semua posisi dan jabatan harus terbuka bagi
semua orang (Prinsip Perbedaan Obyektif). Prinsip kedua, yaitu “the different
principle” dan ”the principle of (fair) equality of opportunity”, menurut
penulis merupakan “prinsip perbedaan obyektif”, artinya prinsip kedua tersebut
menjamin terwujudnya proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban para pihak,
sehingga secara wajar (obyektif) diterima adanya perbedaan pertukaran asalkan
memenuhi syarat good faith and fairness (redelijkheid en billijkheid). Dengan
demikian, prinsip pertama dan prinsip kedua tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Sesuai dengan azas proprosionalitas, keadilan Rawls ini akan terwujud
apabila kedua syarat tersebut diterapkan secara komprehensif. Dengan
penekanannya yang begitu kuat pada pentingnya memberi peluang yang sama bagi
semua pihak, Rawls berusaha agar keadilan tidak terjebak dalam ekstrem
kapitalisme di satu pihak dan sosialisme di lain pihak. Rawls mengatakan bahwa
prinsip (1) yaitu the greatest equal principle, harus lebih diprioritaskan dari
prinsip (2) apabila keduanya berkonflik. Sedang prinsip (2), bagian b yaitu the
principle of (fair) equality of opportunity harus lebih diprioritaskan dari
bagian a yaitu the different principle. Keadilan harus dipahami sebagai
fairness, dalam arti bahwa tidak hanya mereka yang memiliki bakat dan kemampuan
yang lebih baik saja yang berhak menikmati pelbagai manfaat sosial lebih
banyak, tetapi keuntungan tersebut juga harus membuka peluang bagi mereka yang
kurang beruntung untuk meningkatkan prospek hidupnya. Dalam kaitannya dengan
hal tersebut, pertanggungjawaban moralitas ”kelebihan” dari mereka yang
beruntung harus ditempatkan pada ”bingkai kepentingan” kelompok mereka yang
kurang beruntung. “The different principle” tidak menuntut manfaat yang sama
(equal benefits) bagi semua orang, melainkan manfaat yang sifatnya timbal balik
(reciprocal benefits), misalnya, seorang pekerja yang terampil tentunya akan
lebih dihargai dibandingkan dengan pekerja yang tidak terampil. Disini keadilan
sebagai fairness sangat menekankan azas resiprositas, namun bukan berarti
sekedar ”simply reciprocity”, dimana distribusi kekayaan dilakukan tanpa
melihat perbedaan-perbedaaan obyektif di antara anggota masyarakat. Oleh karenanya,
agar terjamin suatu aturan main yang obyektif maka keadilan yang dapat diterima
sebagai fairness adalah pure procedural justice, artinya keadilan sebagai
fairness harus berproses sekaligus terefleksi melalui suatu prosedur yang adil
untuk menjamin hasil yang adil pula. Terkait dengan kompleksitas hubungan
kontraktual dalam dunia bisnis, khususnya terkait dengan keadilan dalam
kontrak, maka berdasarkan pikiran-pikiran tersebut di atas kita tidak boleh
terpaku pada pembedaan keadilan klasik. Artinya analisis keadilan dalam kontrak
harus memadukan konsep kesamaan hak dalam pertukaran (prestasi – kontra
prestasi) sebagaimana dipahami dalam konteks keadilan komutatif maupun konsep
keadilan distributif sebagai landasan hubungan kontraktual. Memahami keadilan dalam
kontrak tidak boleh membawa kita kepada sikap monistic (paham tunggal), namun
lebih dari itu harus bersikap komprehensif. Dalam keadilan komutatif yang
menjadi landasan hubungan antara person, termasuk kontrak, hendaknya tidak
dipahami sebagai kesamaan semata karena pandangan ini akan membawa
ketidakadilan ketika dihadapkan dengan ketidakseimbangan para pihak yang
berkontrak. Dalam keadilan komutatif didalamnya terkandung pula makna
distribusi-proporsional. Demikian pula dalam keadilan distributif yang
dipolakan dalam hubungan negara dengan warga negara, konsep
distribusi-proporsional yang terkandung didalamnya dapat ditarik ke perspektif
hubungan kontraktual para pihak.
2.5 Jalan Keluar atas Masalah Ketimpangan Ekonomi
2.5.1 Terlepas
dari kritik-kritik thd teori Rawls, kita akui bahwa Rawls mempunyai pemecahan yg cukup menarik dan mendasar atas
ketimpangan ekonomi. Dengan memperhatikan secara serius kelemahan-kelemahan
yang dilontarkan, kita dapat mengajukan jalan keluar tertentu yang sebenarnya
merupakan perpaduan teori Adam Smith yang menekankan pada pasar, dan juga teori
Rawls yang menekankan kenyataan perbedaan bahkan ketimpangan ekonomi yang
dihasilkan oleh pasar.
2.5.2
Harus kita akui bahwa pasar adalah
sistem ekonomi terbaik hingga sekarang, karena dari kacamata Adam Smith maupun
Rawls, pasar menjamin kebebasan berusaha secara optimal bagi semua orang.
Karena itu kebebasan berusaha dan kebebasan dalam segala aspek kehidupan harus
diberi tempat pertama.
2.5.3
Negara dituntut utk mengambil
langkah dan kebijaksanaan khusus tertentu yang secara khusus dimaksudkan untuk
membantu memperbaiki keadaan sodial dan ekonomi kelompok yang secara obyektif
tidak beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri.
2.5.4
Dengan mengandalkan kombinasi
mekanisme pasar dan kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus ditujukan
untuk membantu kelompok yang secara obyektif tidak mampu memanfaatkan peluang
pasar secara maksimal. Dalam hal ini penentuan kelompok yang mendapat perlakuan
istimewa harus dilakukan secara transparan dan terbuka. Langkah dan
kebijaksanaan ini mencakup pengaturan sistem melalui pranata politik dan legal,
sebagaimana diusulkan oleh Rawls, tetapi harus tetap selektif sekaligus berlaku
umum. Jalan keluar ini sama sekali tidak bertentangan dengan sistem ekonomi
pasar karena sistem ekonomi pasar sesungguhnya mengakomodasi kemungkinan itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1.
3.2 Saran
Komentar
Posting Komentar